YOGYAKARTA, suararembang.com - Kabar duka menyelimuti dunia kuliner dan budaya Yogyakarta. Hamzah Sulaiman, sosok visioner di balik restoran ikonik House of Raminten, meninggal dunia pada Rabu malam, 23 April 2025. Ia berpulang di usia 75 tahun setelah menjalani perawatan di RSUP Dr. Sardjito.
Hamzah Sulaiman bukan sekadar pengusaha. Ia adalah pelestari budaya Yogyakarta yang menyatukan unsur seni, tradisi, dan kuliner dalam satu ruang pengalaman unik. Melalui karakter “Raminten”, yang ia ciptakan dan perankan, Hamzah menghadirkan nuansa lokal dengan sentuhan hiburan yang khas.
Dikenal publik luas lewat acara komedi situasi di Jogja TV pada awal 2000-an, Raminten tampil sebagai sosok wanita Jawa dengan gaya mencolok: sanggul besar, kebaya tradisional, dan kacamata bulat. Karakter ini begitu melekat hingga akhirnya menjadi inspirasi lahirnya The House of Raminten, restoran tematik yang berdiri pada 26 Desember 2008.
Berlokasi di jantung Kota Yogyakarta, restoran ini menjadi destinasi wisata kuliner budaya yang menyuguhkan makanan khas Jawa dengan nuansa teaterikal. Tidak hanya menyajikan makanan, Raminten menghadirkan nilai-nilai estetika, filosofi hidup, dan keramahan khas masyarakat lokal.
Hamzah juga merupakan anak bungsu dari pendiri Mirota Batik Malioboro. Ia sukses meneruskan warisan bisnis keluarga sambil membangun citra baru yang kuat dan ikonik di dunia seni dan kuliner.
Kabar meninggalnya disampaikan oleh Nova, manajer House of Raminten. Jenazah akan dikremasi pada Sabtu, 26 April 2025 di Rumah Duka PUKJ, Jalan Kadipiro, Yogyakarta.
“Sesuai kesepakatan keluarga, jenazah akan dikremasi terlebih dahulu pada hari Sabtu nanti,” ujar Nova.
Belum ada informasi resmi mengenai penyebab wafatnya, namun Hamzah diketahui memiliki riwayat penyakit gula darah.
Kepergian Hamzah Sulaiman merupakan kehilangan besar bagi Yogyakarta, khususnya bagi pegiat seni, budaya, dan pariwisata. Warisan yang ditinggalkannya jauh lebih dari sekadar restoran. Ia telah menciptakan ruang perjumpaan lintas generasi, tempat di mana budaya Jawa terus hidup dan berkembang melalui cita rasa dan pertunjukan.
Kini, nama Raminten bukan hanya karakter, tapi juga simbol cinta terhadap budaya lokal yang akan terus dikenang. **