REMBANG, suararembang.com - Masifnya penggunaan kecerdasan buatan (AI) di dunia kerja kini mulai menimbulkan kekhawatiran baru.
Generasi Z atau sering disebut Gen Z, khususnya mereka yang bekerja di bidang teknologi, disebut sebagai kelompok paling rentan terkena dampaknya.
Ekonom senior di Goldman Sachs, Joseph Briggs menegaskan revolusi AI kini berada di ambang peluang dan ancaman nyata bagi Gen Z.
“Para pekerja Gen Z di bidang teknologi adalah yang paling berisiko digantikan oleh teknologi ini,” ungkap Briggs dikutip dari Times of India, pada Minggu, 24 Agustus 2025.
Meskipun pada tahun 2025 ini adopsi AI dalam lingkungan perusahaan global dinilai masih dalam tahap awal, namun dampaknya sudah terlihat jelas.
Menurut data Goldman Sachs, ancaman nyata terlihat dari tingkat pengangguran di kalangan orang berusia 20 hingga 30 tahun yang naik sekitar 3 poin persentase sejak awal 2025.
Briggs menyebut, kenaikan ini jauh lebih tinggi dibandingkan pekerja senior atau profesional di sektor lain.
Dampak lain yang terlihat adalah turunnya jumlah lowongan kerja. Data terbaru menunjukkan, lowongan untuk posisi pemula di sektor teknologi di Amerika Serikat (AS) turun 35 persen sejak 2023 lalu.
Kendati demikian, peluang dari revolusi AI kian tampak salah satunya dari strategi yang kini banyak dipilih Gen Z dengan mengikuti pelatihan intensif atau mengambil sertifikasi teknologi tertentu.
Selain itu, semakin banyak Gen Z yang melirik jalur kewirausahaan. Dengan modal keterampilan digital, mereka mencoba membangun usaha sendiri untuk menghindari ketergantungan pada perusahaan besar.
"Namun, tak sedikit pula yang merasa pesimistis. Revolusi AI yang berlangsung cepat dipandang bisa semakin menyulitkan mereka membangun karier jangka panjang di sektor ini," terang Briggs.
Pada akhirnya, Gen Z kini perlu menyikapi kecerdasan buatan bukan sekadar inovasi, tetapi juga tantangan besar yang menentukan arah masa depan karier mereka.**
Artikel Terkait
Efisiensi Besar Microsoft, 9.000 Karyawan Terkena PHK demi Dorong Investasi AI