JAKARTA, suararembang.com - Sebagian publik di media sosial (medsos) tengah ramai menyoroti pengakuan dari seorang tenaga medis profesional dalam bidang kedokteran gigi, Drg. Agnes Jessica Freddy Lawandi atau yang dikenal sebagai Jessica Freddy.
Melalui akun Instagram pribadinya @drgjessicafreddy pada Sabtu, 20 Desember 2025, Jessica buka suara terkait prahara rumah tangganya pada 2012 silam yang selama ini sempat tertutup rapat.
Baca Juga: Viral di Medsos, Pak Bray Bongkar dan Tutup Aplikasi Mata Elang yang Dinilai Meresahkan
"Saya Agnes Jessica, siapapun tolong bantu saya," demikian tertulis dalam postingan Instagram yang diunggah Jessica.
Dokter gigi ternama itu mengakui adanya dugaan tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan penipuan dokumen negara yang dilakukan oleh mantan suaminya berinisial MH.
Unggahannya kini menjadi viral tersebut memuat kronologi rinci penderitaan yang dialami Jessica selama lebih dari satu dekade.
Terlebih, kasus ini menyita perhatian publik karena melibatkan dugaan kekerasan terhadap anak berkebutuhan khusus, serta skandal pemalsuan akta pernikahan yang membuat status hukum perkawinan mereka dipertanyakan.
Dimulai pada 2012 Silam
Berdasarkan penuturan Jessica, biduk rumah tangganya dimulai pada tahun 2012. Sejak tahun pertama pernikahan, ia mengaku sudah akrab dengan intimidasi verbal dan kekerasan fisik.
Kendati demikian, layaknya banyak korban KDRT lainnya, Jessica sempat memilih diam dan memaafkan pasangannya berulang kali, sehingga tidak memiliki dokumentasi visum pada masa-masa awal tersebut.
"Sejak awal, saya sudah sering mengalami kekerasan fisik (physical abuse) atau KDRT secara berulang ulang," ungkap Jessica.
"Juga diintimidasi secara verbal (verbal abuse), namun sayangnya saya tidak memiliki dokumentasi bukti kekerasan selama periode tersebut," sambungnya.
Trauma Psikologi bagi Anak
Dalam postingan yang sama, disebutkan situasi semakin memprihatinkan setelah kelahiran putra pertama mereka berinisial (S), pada tahun 2013.
Jessica mengungkapkan, kekerasan fisik kerap terjadi di depan mata sang anak yang saat itu masih balita.
Hal ini disebut meninggalkan jejak trauma psikologis mendalam, Jessica menyebut sang anak sering menirukan kejadian tersebut.