Melalui Tri Taruna Fariadi, uang diterima dari Rahman selaku Kepala Dinas Pendidikan HSU sebesar Rp 270 juta dan dari EVN selaku Direktur RSUD HSU sebesar Rp 235 juta.
Sementara melalui Asis Budianto, aliran dana berasal dari Yandi selaku Kepala Dinas Kesehatan HSU sebesar Rp 149,3 juta. Selain itu, Asis Budianto juga diduga menerima aliran dana lain sebesar Rp 63,2 juta dari sejumlah pihak pada periode Februari–Desember 2025.
Dugaan Pemotongan Anggaran Kejari
KPK juga mengungkap dugaan pemotongan anggaran Kejari HSU yang dilakukan Albertinus melalui bendahara untuk kepentingan operasional pribadi.
Dana tersebut berasal dari Tambahan Uang Persediaan (TUP) sebesar Rp 257 juta yang dicairkan tanpa Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD), serta pemotongan anggaran dari unit kerja atau seksi di Kejari HSU.
Selain itu, Albertinus juga diduga menerima penerimaan lain sebesar Rp 450 juta, dengan rincian Rp 405 juta ditransfer ke rekening istri berinisial APN dan Rp 45 juta berasal dari Kepala Dinas PU serta Sekretaris DPRD HSU pada periode Agustus–November 2025.
Sementara itu, Tri Taruna Fariadi selain berperan sebagai perantara juga diduga menerima aliran uang mencapai Rp 1,07 miliar, dengan rincian Rp 930 juta dari mantan Kepala Dinas Pendidikan HSU pada 2022 serta Rp 140 juta dari rekanan pada 2024.
Barang Bukti dan Pasal yang Disangkakan
Dalam OTT tersebut, KPK menyita barang bukti uang tunai sebesar Rp 318 juta dari kediaman Albertinus.
Setelah dilakukan pemeriksaan intensif pada tahap penyelidikan dan ditemukan unsur dugaan tindak pidana, KPK resmi menaikkan perkara dugaan korupsi di Kabupaten Hulu Sungai Utara ke tahap penyidikan.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP juncto Pasal 64 KUHP. (*)