BANYUWANGI, suararembang.com - Penutupan paksa sejumlah minimarket milik pengusaha lokal di Banyuwangi menjadi sorotan publik.
Tindakan itu dilakukan oleh Satpol PP dan memicu kekhawatiran akan gelombang PHK serta kerugian bagi pelaku UMKM.
Baca Juga: Tragis! Pria di Pasuruan Diduga Tewas Tersetrum di Depan Minimarket
Minimarket yang biasanya menjadi pusat keramaian ekonomi, kini mendadak berhenti beroperasi.
Kondisi tersebut mengundang reaksi dari berbagai pihak. Salah satunya dari Yayasan Langgar Art yang terdiri dari seniman dan pegiat budaya Banyuwangi.
Mereka melayangkan surat permohonan audiensi kepada Bupati Ipuk Fiestiandani. Tujuannya, untuk meminta penjelasan atas kebijakan penutupan minimarket yang dinilai tidak adil.
Ketua Yayasan Langgar Art, Imam Maskun, dalam surat bernomor 005/YLA/IV/2025, menyebut bahwa tindakan penertiban usaha belum mencerminkan keadilan prosedural.
Ia menegaskan pentingnya ruang dialog terbuka antara pemerintah daerah dan masyarakat sipil.
"Kami memandang pentingnya ruang dialog terbuka antara masyarakat sipil dan pemerintah daerah dalam merespon dinamika tata kelola perizinan dan penertiban kegiatan usaha di wilayah ini," ujar Imam dalam surat tersebut.
Imam juga menyoroti keberadaan toko-toko milik pemodal besar dari luar daerah yang tetap beroperasi meski diduga belum berizin lengkap.
Sementara pelaku UMKM dan pengusaha lokal justru menjadi sasaran penindakan.
Ia menilai hal ini bertentangan dengan semangat Undang-Undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah tentang perizinan berbasis risiko, yang seharusnya memberikan kemudahan berusaha.
"Belum sepenuhnya mencerminkan prinsip keadilan prosedural dan pendekatan humanis," lanjut Imam, mengkritisi penutupan sepihak yang berdampak pada UMKM kecil.
Yayasan Langgar Art juga menyoroti masalah lain seperti bank plecit, penertiban baliho, hingga spanduk yang dianggap tebang pilih.