lingkungan

Manusia Sedang Berevolusi di Dataran Tinggi Tibet

Rabu, 12 Februari 2025 | 06:00 WIB
Kehidupan di Tibet. Foto: Unsplash/Aden Lao

suararembang.com - Manusia terus berevolusi untuk menyesuaikan diri dengan berbagai kondisi lingkungan. Salah satu contoh menakjubkan adalah adaptasi biologis penduduk asli Dataran Tinggi Tibet.

Mereka hidup di ketinggian lebih dari 3.500 meter di atas permukaan laut, di mana kadar oksigen jauh lebih rendah dibandingkan dataran rendah. Namun, mereka mampu bertahan dan berkembang biak dengan baik dalam kondisi tersebut.

Pada umumnya, manusia yang berada di lingkungan dengan kadar oksigen rendah rentan mengalami hipoksia, yaitu kondisi ketika tubuh kekurangan oksigen yang diperlukan untuk berfungsi optimal.

Fenomena ini sering ditemui pada pendaki gunung yang mengalami mabuk ketinggian. Namun, penduduk asli daerah tinggi, seperti di Tibet, telah mengembangkan mekanisme adaptasi untuk mengatasi tantangan tersebut.

Penelitian yang dipublikasikan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences pada Oktober 2024 mengungkapkan bahwa penduduk Tibet memiliki ciri khas dalam sistem peredaran darah mereka yang membantu pengangkutan oksigen lebih efisien.

Studi ini melibatkan 417 wanita berusia 46 hingga 86 tahun yang tinggal di Nepal pada ketinggian sekitar 3.500 meter di atas permukaan laut.

Data menunjukkan bahwa jumlah kelahiran hidup per wanita bervariasi antara 0 hingga 14 anak, dengan rata-rata mencapai 5,2 anak.

Para peneliti mengukur kadar hemoglobin dalam darah, komponen penting yang mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan angka kelahiran hidup tertinggi tidak memiliki kadar hemoglobin yang ekstrem, melainkan berada pada kisaran rata-rata.

Menariknya, saturasi oksigen dalam hemoglobin mereka justru lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya.

Temuan ini mengindikasikan bahwa adaptasi yang terjadi memungkinkan peningkatan efisiensi pengangkutan oksigen ke jaringan tanpa mengentalkan darah secara berlebihan, yang jika terjadi dapat membebani kerja jantung.

Selain faktor biologis, aspek budaya juga memainkan peran penting dalam keberhasilan reproduksi.

Wanita yang memulai kehamilan pada usia muda dan menjalani pernikahan yang lebih panjang memiliki peluang lebih besar untuk memiliki lebih banyak anak.

Meski demikian, perbedaan fisiologis tetap menjadi faktor utama dalam adaptasi terhadap lingkungan tinggi.

Halaman:

Tags

Terkini