SUARAREMBANG.COM - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait tafsir keserentakan pemilu dipastikan membawa dampak besar terhadap penyelenggaraan Pilkada 2029.
Dengan adanya batasan waktu minimal dua tahun setelah pelantikan presiden atau anggota DPR, maka pemilihan kepala daerah tidak mungkin lagi dilakukan berbarengan dengan pemilu nasional seperti pada 2024.
Baca Juga: Putusan MK soal Pemilu Serentak: Jadwal Pilkada Bakal Diubah?
Bagi para pemangku kepentingan, keputusan ini tentu bukan perkara sepele. Pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), hingga partai politik kini harus menyusun ulang seluruh desain jadwal politik lima tahun ke depan.
Penyusunan anggaran, tahapan pencalonan, serta distribusi logistik pemilu harus dirancang dari awal.
“Putusan Mahkamah ini bersifat final dan mengikat, maka seluruh lembaga negara wajib menyesuaikan,” ujar Ketua MK Suhartoyo.
Baca Juga: KPU Rembang: Partisipasi Pilkada Rembang 2024 Tertinggi di Jawa Tengah
Artinya, pemerintah dan DPR tak bisa lagi mengesahkan jadwal pemilu dan pilkada tanpa mempertimbangkan rentang waktu dua hingga dua setengah tahun antarpelaksanaan.
Perdebatan Sengit soal Efisiensi dan Kualitas Demokrasi
Salah satu alasan utama penyelenggaraan pemilu serentak lima kotak adalah efisiensi anggaran dan waktu. Namun menurut Perludem, pendekatan tersebut mengorbankan kualitas demokrasi.
Mereka berpendapat bahwa pemilu serentak justru membingungkan pemilih, membebani penyelenggara, dan memperlemah peran partai politik.
Baca Juga: KPU Rembang Umumkan Hasil Perolehan Suara Pilkada 2024: Pasangan Harno-Hanies Unggul
Dengan sistem lama, pemilih harus memilih lima jenis jabatan sekaligus: DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan presiden.
Di sisi lain, pemilu serentak juga menimbulkan risiko administratif seperti keterlambatan rekapitulasi suara dan kelelahan petugas di lapangan.
Kini, setelah MK memutuskan pemisahan jadwal, pemerintah menghadapi dilema antara efisiensi dan kualitas demokrasi.