politik

Deret Kontroversi KUHAP Baru yang Muncul ke Permukaan, dari Poin Pasal Penyadapan hingga Pemblokiran

Sabtu, 22 November 2025 | 11:30 WIB
Menyoroti kontroversi pasal-pasal dalam KUHAP Baru yang dinilai picu kekhawatiran warga RI. (Dok. Gerindra)

JAKARTA, suararembang.com - Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru yang disahkan pada 18 November 2025 kembali memicu perdebatan publik setelah sejumlah pasal krusial dipersoalkan oleh berbagai kalangan.

Polemik yang mencuat terutama berkaitan dengan definisi keadaan mendesak yang muncul dalam aturan penyitaan, pemblokiran, hingga penangkapan.

Baca Juga: Pengesahan KUHAP oleh DPR Tuai Soratan, Bandingkan Syarat Penahanan Tersangka di Kebijakan Lama vs Baru

Kontroversi kian mengemuka setelah influencer, Ferry Irwandi membedah naskah KUHAP terbaru melalui kanal YouTube Malaka Project, pada Jumat, 21 November 2025.

“Saya sudah baca semua pasal di 156 halaman itu untuk memahami lebih dalam tentang produk hukum terbaru di Indonesia,” ujar Ferry.

Dalam penjelasannya, Ferry menyebut pengesahan KUHAP berjalan cepat dan minim transparansi.

Ia mengungkapkan, draf tanggal 13 November berbeda jauh dari versi final 18 November yang baru dipublikasikan beberapa jam sebelum disahkan sehingga publik tidak memiliki waktu memadai untuk membaca naskah setebal 156 halaman itu.

Klarifikasi DPR Dinilai Terburu-buru

CEO Malaka Project itu menuturkan, sejumlah pasal dalam KUHAP baru, dinilai masih menimbulkan kekhawatiran publik seperti penyadapan, penangkapan, penyitaan, dan pemblokiran.

“Terkait penyadapan tentu ini sudah berkaitan dengan hak asasi dan privasi masyarakat. KUHAP baru mengatur soal penyadapan dalam Pasal 136,” kata Ferry.

Ferry menjelaskan, perubahan cepat tersebut berpotensi memicu distorsi informasi karena publik hanya mendapatkan potongan penjelasan tanpa bisa mengecek naskah lengkapnya.

Influencer itu kemudian menyinggung klarifikasi yang sempat disampaikan pihak Komisi III DPR RI terkait poin-poin pasal krusial di KUHAP Baru.

“Kalau kita dengar apa yang disampaikan Komisi III, terkesan buru-buru mengklarifikasi tentang berita hoax yang tersebar di media sosial tentang berbagai pasal KUHAP baru ini,” tutur Ferry.

Sarankan Judicial Review ke MK

Dalam analisisnya, Ferry menyoroti pasal penyitaan dalam Pasal 120 dan pasal pemblokiran dalam Pasal 140 yang mensyaratkan izin Ketua Pengadilan Negeri namun tetap mengandung pengecualian 'keadaan mendesak'.

Ia menilai, frasa ini berbahaya karena salah satu indikator urgensinya bergantung pada penilaian penyidik tanpa tolok ukur yang jelas.

Halaman:

Tags

Terkini