JAKARTA, suararembang.com — Anggota Komisi XI DPR RI Harris Turino menilai kebijakan fiskal di bawah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menandai perubahan paradigma besar dalam pengelolaan ekonomi negara.
Menurutnya, Indonesia sedang berpindah dari mazhab kapitalisme swasta ala Sri Mulyani ke mazhab kapitalisme negara yang lebih berani dan interventif.
“Bu Sri Mulyani itu mazhab kapitalisme swasta: disiplin, prudent, dan percaya mekanisme pasar. Pak Purbaya ini kapitalisme negara: negara cawe-cawe, ikut memutar ekonomi,” kata Harris dalam wawancara bersama tim Jaringan Promedia di kantor parlemen, Jakarta, Selasa (14/10/2025).
Harris menilai keduanya sama-sama berlandaskan ekonomi pasar, namun berbeda dalam kadar keberanian negara mengintervensi kebijakan.
Perbedaan itu tampak dari keputusan pemerintah menggelontorkan Rp200 triliun dari Bank Indonesia ke enam bank umum untuk menambah likuiditas sektor keuangan.
“Kalau Purbaya bisa menjembatani dua kutub itu, kita akan sampai di tengah: ekonomi Pancasila,” ujarnya.
Meski menilai kebijakan itu tepat secara teori makroekonomi, Harris mengingatkan agar penyaluran dana tersebut diawasi ketat.
“Ini uang rakyat. Kalau penyalurannya salah, masyarakat ikut menanggung. Jadi harus dikawal agar benar-benar masuk ke sektor riil, bukan hanya parkir di surat berharga,” katanya.
Harris juga menyoroti pentingnya kehati-hatian dalam komunikasi publik pejabat ekonomi. “Menteri Keuangan itu bendahara negara, bukan juru bicara politik. Salah bicara sedikit bisa bikin pasar bergejolak,” katanya.
Ia menilai gaya Purbaya yang lebih aktif sejalan dengan semangat pemerintahan Presiden Prabowo untuk memperkuat kemandirian ekonomi nasional.
“Negara harus hadir, tapi tidak boleh menelan pasar. Keberanian fiskal harus diiringi kejujuran dan akuntabilitas,” ujar dia.
***
Artikel Terkait
Menkeu Purbaya Beberkan Pertemuannya dengan Wapres Gibran, Ada Pesan soal Gaya Komunikasi yang Jadi Sorotan