Kampus Bentuk Tim Investigasi
Sebelumnya, pihak Universitas Udayana menyatakan telah membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (PPK) untuk menelusuri dugaan perundungan terhadap mendiang Timothy.
Diketahui, rapat bersama antara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Dewan Mahasiswa, serta pihak Fakultas Kedokteran dilakukan untuk memastikan kebenaran percakapan di media sosial.
Hasil rapat sementara menyebutkan, percakapan itu terjadi setelah kematian Timothy, namun tetap dinilai mencerminkan sikap nir empati.
“Kami memastikan tindakan tersebut akan ditindaklanjuti sesuai kode etik mahasiswa,” ujar perwakilan fakultas dalam pernyataan resmi kampus UNUD, pada Minggu, 19 Oktober 2025.
Kasus ini juga mengundang perhatian masyarakat luas yang menilai dunia pendidikan harus menjadi ruang aman, bukan tempat yang menumbuhkan kekerasan verbal maupun sosial.
Di sisi lain, tragedi di kampus UNUD ini mengingatkan publik pada kasus serupa yang terjadi di Universitas Diponegoro (UNDIP) pada 2024.
Menguak Pola Serupa di Dunia Kedokteran
Selain kasus yang menimpa Timothy Anugerah, sebelumnya, seorang mahasiswi dokter spesialis Aulia Risma, ditemukan meninggal dunia di kosnya di Semarang setelah diduga mengalami tekanan dan perundungan di lingkungan pendidikan kedokteran pada 2024 lalu.
Kala itu, peristiwa tersebut membuat Kementerian Kesehatan mengeluarkan surat penghentian sementara program studi Anestesi FK UNDIP di RSUP Dr Kariadi.
Dirjen Pelayanan Kesehatan RSUP Kariadi, dr Azhar Jaya sempat menuturkan terkait penghentian sementara kegiatan koas dari FK UNDIP.
“Sehubungan dengan dugaan perundungan di program studi tersebut, maka diminta untuk menghentikan sementara sampai investigasi tuntas,” tulis Azhar dalam surat resmi tertanggal 14 Agustus 2024 lalu.
Meskipun pihak kampus membantah perundungan sebagai penyebab kematian, kasus itu menunjukkan betapa kompleksnya tekanan dan relasi kuasa di dunia pendidikan kedokteran di Indonesia.
Perlukah Reformasi Budaya Akademik?
Dua kasus tragis di Unud dan Undip kini menjadi cermin buruknya iklim akademik yang kerap menormalisasi tekanan sosial sebagai bagian dari proses belajar.
Para pemerhati pendidikan menilai sudah saatnya kampus memperkuat sistem perlindungan mahasiswa dan menciptakan budaya “zero bullying” yang benar-benar berjalan.
Sudana sebagai pihak yang mewakili RSUP Prof Ngoerah, juga menyoroti kasus skandal bullying Timothy yang melibatkan oknum dokter koas di UNUD itu membuat pihaknya menuntut pihak kampus agar menciptakan lingkungan belajar yang aman, beretika, dan saling menghargai.
“Kami mengajak semua pihak menggunakan media sosial secara bijak dan menjaga nama baik profesi kesehatan,” tukas Sudana.***
Artikel Terkait
Perjuangan Ayah Timothy Anugerah Tak Sendiri, Suara Tuntutan Keadilan untuk sang Mahasiswa UNUD Kini Muncul dari Segala Arah