Ia mengatakan, aparat desa tidak memiliki kewenangan hukum untuk memediasi atau mengesahkan perdamaian perkara pidana berat.
”Jika aparat desa ikut mengetahui dan membiarkan, maka patut diperiksa secara etik dan hukum,” katanya.
”Mengatasnamakan restorative justice dalam kasus ini adalah penyimpangan serius dan penyesatan hukum,” pungkasnya.
Sementara, Ripto Anwar selaku mantan Ketua Komnas Perlindungan Anak Kabupaten Pemalang juga memberikan catatan penting. Ia menegaskan, kasus kekerasan seksual terhadap anak termasuk kategori Lex Spesialis.
”Jadi setiap warga negara yang tahu wajib hukumnya untuk melaporkan kepada Aparat Penegak Hukum, dan bagi APH itu sendiri harus mendahulukan proses hukum terhadap kasus-kasus pidana yang menimpa anak-anak,” katanya.
”Bahkan siapa saja yg terlibat dalam Restorative Justicee perkara ini, semua bisa terjerat hukum. Apalagi kok dimediasi di desa. Dasar hukum apakah yang dipakai?,” pungkasnya.***
Artikel Terkait
Geger! Rumah Pelaku Kejahatan Seksual di Jepara Digeledah, Polisi Temukan Video 31 Korban Anak