Akibatnya, banyak aktivis dan masyarakat sipil yang menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia.
Kasus Marsinah adalah salah satu contoh nyata bagaimana keterlibatan militer dalam urusan sipil dapat berujung pada pelanggaran HAM.
Saat ini, wacana revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) memunculkan kekhawatiran akan kembalinya Dwifungsi ABRI.
Aliansi Perempuan Indonesia (API) menyoroti bahwa perluasan peran TNI dalam jabatan sipil berpotensi meningkatkan dominasi militer dalam kehidupan sipil, yang dapat merusak keseimbangan demokrasi dan supremasi sipil.
Mereka juga mengingatkan bahwa dominasi militer dalam birokrasi sipil berisiko memperburuk impunitas terhadap pelanggaran HAM yang melibatkan aparat keamanan.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menegaskan bahwa revisi UU TNI tidak bertujuan mengembalikan Dwifungsi ABRI.
Namun, kekhawatiran tetap muncul dari berbagai kalangan, termasuk mahasiswa yang berencana menggelar demonstrasi menolak pengesahan RUU TNI.
Kasus Marsinah mengingatkan kita akan bahaya keterlibatan militer dalam urusan sipil.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk terus mengawal proses legislasi terkait TNI agar tidak mengulangi kesalahan masa lalu.
***