JAKARTA, suararembang.com - Seorang mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB) ditangkap karena mengunggah meme Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo. Kasus ini memicu reaksi publik dan perhatian langsung dari Istana.
Mahasiswi berinisial SSS itu kini ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Bareskrim Polri. Ia dianggap melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ancaman hukumannya tidak main-main, maksimal 12 tahun penjara.
Baca Juga: Mantan Presiden Filipina Duterte Ditangkap! Kasus Kejahatan Kemanusiaan Terungkap
Namun, pemerintah memilih pendekatan yang lebih lunak. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menyatakan bahwa pembinaan adalah langkah yang lebih tepat dibandingkan pemenjaraan.
“Kalau masih muda dan hanya terlalu semangat, lebih baik dibina daripada dihukum,” ujarnya.
Meski begitu, Hasan menegaskan bahwa proses hukum tetap berjalan jika memang ditemukan unsur pidana. Ia berharap publik, terutama anak muda, lebih bijak dalam berekspresi di ruang digital.
Kasus ini memunculkan perdebatan tentang batas kebebasan berekspresi. Banyak pihak menilai bahwa kritik sah-sah saja, tetapi harus tetap menghormati norma dan hukum yang berlaku.
Sejumlah organisasi relawan seperti Jokowi Mania (Joman) dan Bara JP mendukung proses hukum terhadap SSS. Mereka menekankan bahwa tindakan itu bukan sekadar kritik, melainkan penghinaan terhadap simbol negara.
Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi, juga menyatakan sikap tegas terhadap unggahan tersebut. Ia menyebut tindakan itu sebagai bentuk pelecehan terhadap kepala negara yang tidak bisa ditoleransi.
Pihak ITB telah menyatakan mendampingi SSS dalam proses hukum. Orang tua mahasiswi tersebut juga telah menemui pihak kampus dan menyampaikan permintaan maaf.
Pemerintah menekankan pentingnya edukasi digital untuk generasi muda. Kritik boleh saja, tapi harus disampaikan dengan cara yang etis dan tidak melanggar hukum. ***