SUARAREMBANG.COM - Setiap kali tanggal 13 jatuh pada hari Jumat, banyak orang langsung merasa was-was. Friday the 13th dikenal luas sebagai hari penuh sial.
Namun, benarkah anggapan itu masih relevan di era sekarang?
Baca Juga: Fadli Zon Tegaskan Penulisan Sejarah Nasional Bukan oleh Politikus, Masyarakat Diminta Tak Cemas
Sejarah dan Asal-usul Friday the 13th
Istilah "Friday the 13th" diyakini bermula dari kombinasi dua simbol ketakutan: angka 13 dan hari Jumat.
Dalam sejarah, hari Jumat dianggap sial karena dipercaya sebagai hari penyaliban Yesus.
Sedangkan angka 13 dianggap membawa kesialan karena melebihi kesempurnaan angka 12.
Salah satu peristiwa paling terkenal yang memperkuat stigma ini adalah penangkapan Knights Templar pada Jumat, 13 Oktober 1307. Sejak itu, Friday the 13th dicap sebagai hari keramat yang harus dihindari.
Fobia yang Nyata: Paraskevidekatriaphobia
Friday the 13th bahkan melahirkan fobia tersendiri, yaitu paraskevidekatriaphobia. Banyak orang di Amerika dan Eropa menghindari bepergian, menikah, bahkan bekerja penting di hari ini.
Beberapa studi mencatat peningkatan kecelakaan lalu lintas dan kerugian finansial pada hari ini.
Di Balik Ketakutan, Ada Energi Positif
Menariknya, di sisi lain banyak spiritualis dan numerolog melihat Friday the 13th sebagai momen transformasi.
Praktisi numerologi menyebut hari ini sebagai portal 13:13, yang cocok untuk healing dan memperkuat hubungan cinta.
Ritual seperti meditasi, journaling, dan lilin dipercaya memperkuat energi positif.
Dari Mitos ke Bisnis: Promo Friday the 13th
Tak sedikit pengusaha kreatif memanfaatkan momen Friday the 13th. Di Connecticut, salon tato menawarkan promo tinta cuma US$13.
Di San Antonio, ada pesta horor dan pemutaran film “Friday the 13th” dengan tiket diskon.