JAKARTA, suararembang.com - Analis komunikasi politik, Dr. Hendri Satrio atau akrab disapa Hensa menilai Presiden RI, Prabowo Subianto perlu lebih sering berbicara langsung kepada media massa.
Hensa menilai, langkah ini penting untuk menenangkan masyarakat di tengah situasi politik yang memanas.
Baca Juga: Alasan Keamanan, TikTok Live Tidak Bisa di Indonesia? Ini Penjelasan Ilmu Komunikasi
Dalam pernyataannya, pendiri Lembaga Survei KedaiKopi itu menyebut, media massa memiliki peran strategis sebagai jembatan komunikasi antara pemerintah dengan rakyat.
Oleh karena itu, komunikasi yang lebih intens diyakininya akan membuat pesan pemerintah lebih mudah diterima publik.
“Saya ngajuin dua lah solusinya. Jadi yang pertama, Pak Prabowo mesti berkomunikasi dengan intens kepada para jurnalis di media massa karena dengan kondisi saat ini, media massa lah yang bisa menenangkan masyarakat ya, menenangkan rakyat,” kata Hensa dalam keterangannya, pada Minggu, 31 Agustus 2025.
Menurut Hensa, pengalaman dari era pemerintahan Presiden RI ke-7, Joko Widodo hingga berlanjut pada masa Presiden Prabowo menunjukkan kecenderungan penguasa melupakan peran media massa.
Padahal, lanjut Hensa, media merupakan salah satu kekuatan penting dalam menjaga hubungan pemerintah dengan masyarakat.
“Dan ya ini jadi pengalaman tersendiri sih. Selama ini kan memang penguasa ya dari zaman Pak Jokowi kemudian sekarang diteruskan ke Pak Prabowo, seolah-olah seperti melupakan media massa sebagai kekuatan,” tuturnya.
Hensa lantas menegaskan, komunikasi terbuka dan konsisten dengan media dapat menjadi kunci bagi pemerintah untuk meredam kegelisahan publik sekaligus menjaga kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan nasional.
Berkaca dari hal itu, ternyata pandangan ini juga didukung oleh data survei.
Hasil penelitian Indonesian Presidential Studies (IPS) pada 2022, menunjukkan masyarakat masih lebih percaya pada media massa arus utama dibanding media sosial.
Mayoritas responden dalam survei tersebut menyatakan cukup atau sangat percaya pada media formal seperti televisi, radio, dan koran. Kepercayaan itu lebih tinggi dibandingkan media sosial yang sering kali menjadi ruang penyebaran informasi simpang siur.
Berdasarkan survei, sebanyak 74,4 persen masyarakat menaruh kepercayaan pada media formal. Sementara itu, hanya 12,7 persen yang mempercayai informasi dari media sosial. Angka ini memperlihatkan dominasi kepercayaan publik terhadap media mainstream.