JAKARTA, suararembang.com - Presiden RI Prabowo Subianto resmi membentuk Komite Reformasi Polri usai gelombang demonstrasi besar pada Agustus 2025.
Keputusan ini lahir dari desakan publik yang menuntut perubahan menyeluruh dalam tubuh kepolisian.
Komite ini bersifat ad hoc dan hanya diberi waktu enam bulan untuk menyusun rekomendasi reformasi.
Wakil Menteri Sekretaris Negara Bambang Eko Suhariyadi menegaskan, “Reformasi Polri itu ad hoc.”
Ia menambahkan, anggota komite berkisar tujuh hingga sembilan orang, termasuk mantan Menko Polhukam Mahfud MD, meski daftar final belum diumumkan.
Baca Juga: Mahfud MD Bersedia Bergabung dengan Komite Reformasi Polri, Istana Sambut Positif
Langkah ini juga mendapat perhatian khusus dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Ia memastikan akan melibatkan koalisi masyarakat sipil dalam proses reformasi.
“Dalam beberapa hari ke depan, kami akan mengundang Koalisi Masyarakat Sipil untuk menyampaikan pandangan dan masukan,” ujar Sigit di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (26/9/2025).
Keterlibatan publik dianggap krusial untuk menjawab tuntutan transparansi dan akuntabilitas.
Namun, sejumlah pengamat mengingatkan agar reformasi tidak sekadar menjadi formalitas.
Bayang-bayang keraguan publik masih kuat, terutama terkait budaya kekerasan aparat dan lemahnya penanganan kasus besar.
Di sisi lain, Kapolri sebelumnya telah membentuk Tim Akselerasi Transformasi Polri.
Bambang memastikan kedua tim tidak akan tumpang tindih. “Ada sinergi di situ. Tapi yang utama itu adalah tim bentukan Presiden,” tegasnya.