Beberapa penghulu bahkan memimpin tepukan itu sesaat setelah ijab kabul, menciptakan suasana haru sekaligus lucu.
“Ya, segala hal yang positif akan kita kembangkan. Yang negatif itu kita akan hilangkan,” ujar Nazaruddin.
Antara Edukasi dan Gimik
Secara terpisah, Kepala Biro Humas Kemenag, Thobib Al Asyhar menjelaskan Tepuk Sakinah tidak pernah dimaksudkan sebagai kewajiban bagi calon pengantin.
“Fungsinya adalah sebagai ice breaking dalam pelatihan Bimbingan Perkawinan di KUA agar suasana lebih ringan dan menarik,” katanya dalam keterangan resmi Kemenag, pada 27 September 2025.
Ia menegaskan, pesan utama dari Tepuk Sakinah adalah lima pilar keluarga sakinah, yaitu berpasangan, janji kokoh, musyawarah, saling cinta dan hormat, serta saling ridha.
“Lewat cara sederhana, peserta diharapkan lebih mudah mengingat dan memahami nilai-nilai itu,” imbuh Thobib.
Kendati demikian, pendekatan seperti ini dinilai belum cukup untuk menekan angka perceraian yang disebabkan faktor ekonomi dan ketimpangan peran.
Kemenag pun mengingatkan agar Tepuk Sakinah tidak berhenti pada seremonial dalam acara pernikahan, melainkan juga bisa diikuti program pembinaan yang berkelanjutan.
Makna di Balik Tepukan
Dengan gerakan kecil dan lirik yang mudah diingat, Tepuk Sakinah menyimpan pesan tentang saling cinta, hormat, dan ridha.
“Berpasangan, berpasangan, berpasangan,” begitu salah satu bagiannya, disusul dengan “Janji kokoh, janji kokoh, janji kokoh”.
Sekilas seperti permainan anak-anak, tapi di baliknya ada ajakan untuk menepati janji dan menjaga hubungan.
Di mata sebagian calon pengantin, Tepuk Sakinah bisa menjadi pengingat lembut bahwa pernikahan tidak berhenti di pelaminan.
Hingga kini, Tepuk Sakinah punya daya tarik tersendiri. Ia membawa pesan moral dengan cara yang tidak menggurui.
Terlebih, di tengah kerasnya realitas rumah tangga, sebuah tepukan kecil memang tak bisa menyelesaikan segalanya.
Tapi dari sanalah, setiap pasangan bisa mulai belajar mengingat bahwa cinta selalu perlu dirawat dengan cara yang sederhana.***