Belanja Naik, Pendapatan Dikejar
Meski belanja publik meningkat, pendapatan daerah justru menjadi tantangan tersendiri.
Pemerintah menargetkan Pendapatan Asli Daerah sebesar 31 triliun rupiah dengan andalan dari pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan.
Namun, meningkatnya penggunaan kendaraan listrik di Jawa Barat membuat target itu tidak mudah tercapai.
“Soalnya kan penggunaan kendaraan listrik meningkat. Kita tidak dapat apa-apa. Untuk itu harus kami mitigasi agar pendapatan tidak menurun,” ujar Herman dalam kesempatan yang sama.
Upaya meningkatkan pendapatan di tengah tekanan fiskal ini beriringan dengan pengakuan Gubernur Dedi Mulyadi bahwa sebagian besar APBD Jabar tidak bisa digunakan secara leluasa.
Dedi sempat menuturkan, dari total 31 triliun rupiah anggaran, sepertiganya terkunci untuk membayar utang lama dan kewajiban warisan dari masa lalu seperti utang PEN, tunggakan BPJS, dan biaya operasional proyek besar.
“Banyak yang tanya, berapa anggaran Jabar tahun ini. Rp31 triliun. Tapi jangan dikira semuanya bisa dipakai. Kami harus bayar dulu utang PEN, BPJS, operasional Kertajati, sampai Masjid Al Jabbar,” sebut Dedi di Bandung, pada Rabu, 9 Juli 2025 lalu.
Dedi Mulyadi Pamer Rombak Anggaran
Di lain kesempatan, Dedi Mulyadi sempat memamerkan langkah besar dalam merombak anggaran daerah pada Perubahan APBD Jabar 2025.
Ia menyebut kebijakan itu sebagai bukti komitmen pemerintah provinsi dalam mempercepat pembangunan dan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
Gubernur Jabar itu bahkan menilai adanya keberhasilan pemerintah dalam menata ulang prioritas belanja publik.
Namun di saat yang sama, Dedi juga memangkas sejumlah pos anggaran yang dianggap kurang mendesak. Salah satunya adalah belanja iklan media massa yang turun drastis dari 50 miliar menjadi 3 miliar rupiah.
Dedi mengklaim pemangkasan itu bukan bentuk ketidakpedulian terhadap media. Ia menegaskan keberpihakan kepada pers tidak selalu diukur dari besarnya nilai kerja sama.
“Apakah berpihak kepada pers itu harus kontrak kerja sama media atau dilihat dari besarnya biaya kontrak dengan media, kan tidak,” ujar Dedi di Rindam III Siliwangi, Jalan Menado, Kota Bandung, pada Jumat, 2 Mei 2025.
Menurut Dedi, justru dengan membuka akses informasi dan pernyataan yang transparan kepada publik, peran pers bisa tetap berjalan tanpa harus bergantung pada anggaran besar.
Di sisi lain, lanjut Dedi, pengurangan dana iklan tidak membuat pemberitaan tentang Jawa Barat berkurang, bahkan semakin ramai dibaca masyarakat.