“Karena ini ukuran cukup besar sehingga menimbulkan gelombang kejut,” katanya.
Sebagai informasi, hujan meteor Draconid berasal dari puing-puing komet 21P Giacobini-Zinner yang terbakar di atmosfer Bumi.
Hujan meteor ini biasanya terlihat dari arah rasi bintang Draco dan menghasilkan hingga 10 meteor per jam.
Namun, karakteristik meteor di Cirebon menunjukkan skala yang jauh lebih besar dan tunggal, bukan serpihan kecil seperti hujan meteor pada umumnya.
4. BMKG Kertajati Kumpulkan Data Tambahan
Sementara itu, BMKG Stasiun Kertajati masih melakukan penelusuran untuk memastikan sumber dentuman keras tersebut.
Kepala Tim Kerja Prakiraan, Data, dan Informasi BMKG Kertajati, Muhammad Syifaul Fuad, menjelaskan bahwa suara dentuman dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti petir, gempa, atau longsor. Namun, kondisi cuaca saat kejadian dinyatakan cerah berawan.
“Biasanya suara ledakan atau getaran bisa muncul dari awan konvektif akibat sambaran petir. Berdasarkan citra satelit, tidak ada indikasi awan konvektif di sekitar wilayah Cirebon saat kejadian,” kata Fuad.
Fuad menegaskan, hingga kini belum ditemukan aktivitas cuaca ekstrem atau fenomena meteorologis signifikan yang menjelaskan dentuman tersebut.
5. Fenomena Langka, BRIN dan BMKG Terus Lakukan Penelitian
BRIN dan BMKG masih mengumpulkan data tambahan untuk memastikan lokasi jatuhnya meteor secara akurat.
Warga diimbau untuk tetap tenang dan melaporkan jika menemukan benda asing yang diduga sisa meteor di sekitar wilayah pantai utara Jawa.***