Padahal, menurut Pasal 64 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, pembagian kuota seharusnya sebesar 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
Kebijakan itu menimbulkan dugaan adanya pergeseran jatah haji reguler ke haji khusus, yang dinilai menguntungkan penyelenggara haji swasta.
Padahal, kuota tambahan dari pemerintah Arab Saudi diberikan dengan tujuan mempercepat antrean calon jemaah reguler yang telah menunggu bertahun-tahun.
KPK juga mendalami dugaan adanya lobi dari pihak asosiasi haji kepada Kemenag dalam proses pembagian kuota tambahan tersebut.
Tidak hanya itu, penyidik turut menelusuri adanya dugaan pemberian uang dari sejumlah travel haji kepada pejabat Kemenag untuk mendapatkan kuota tambahan.
Hingga kini, lembaga antirasuah tersebut belum mengumumkan siapa saja pihak yang berpotensi menjadi tersangka.
KPK memastikan seluruh proses penyidikan berjalan independen, tanpa tekanan atau campur tangan dari pihak mana pun.*