JAKARTA, suararembang.com – Sebuah laporan dugaan pelanggaran etik kedokteran dilayangkan kepada Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) pada 28 November 2025.
Laporan tersebut diajukan oleh kantor hukum Irman Bunawolo and Partners yang mewakili seorang perawat berinisial DSF.
Dalam laporan tersebut, DSF mengadukan dua dokter berinisial BH dan JS atas dugaan pelanggaran etik profesi.
Aduan itu mencakup dugaan penyalahgunaan relasi kuasa dalam lingkungan kerja serta keterlibatan dalam dugaan tindakan medis yang diduga dilakukan tanpa persetujuan bebas dari pihak yang bersangkutan.
Kuasa hukum menyebut, dokter BH diketahui berpraktik di sejumlah fasilitas kesehatan, antara lain RS Premier Bintaro, RS Pondok Indah Bintaro, dan RS Jantung Binawaluya, Jakarta.
Sementara dokter JS dilaporkan berpraktik di dua fasilitas kesehatan lain yang berada di wilayah Jakarta dan Depok.
Irman Bunawolo selaku kuasa hukum DSF menjelaskan bahwa rangkaian peristiwa bermula dari hubungan profesional antara perawat dan dokter yang memiliki ketimpangan posisi.
Ketidakseimbangan relasi tersebut dinilai menempatkan kliennya pada kondisi rentan terhadap tekanan maupun manipulasi.
“Relasi kerja yang tidak setara ini membuat korban berada dalam posisi sulit untuk menolak atau mengambil keputusan secara bebas,” ujar Irman dalam keterangannya.
Ia menegaskan bahwa laporan tersebut berangkat dari perspektif perlindungan terhadap tenaga kesehatan yang berada dalam posisi subordinat.
Dalam dokumen laporan setebal sekitar 10 halaman, kuasa hukum memaparkan dugaan tekanan psikologis dan manipulasi emosional yang dialami DSF.
Kondisi tersebut disebut berpengaruh terhadap kemampuan korban dalam memberikan persetujuan secara penuh dan sadar terhadap tindakan yang dialaminya.
Sorotan Dugaan Tindakan Medis Tanpa Persetujuan
Laporan itu juga menyoroti dugaan tindakan medis terkait kondisi kehamilan DSF yang berujung pada dugaan aborsi ilegal.