suararembang.com - Isu ransomware yang diklaim menyerang Bank Rakyat Indonesia (BRI) baru-baru ini sempat mengguncang dunia maya.
Klaim ini pertama kali mencuat melalui unggahan akun @FalconFeedsio di platform X pada 18 Desember 2024. Dalam unggahan tersebut tertulis,
"Ransomware Alert.Bank Rakyat Indonesia, has fallen victim to Bashe Ransomware," yang berarti, "Peringatan Ransomware.Bank Rakyat Indonesia, telah menjadi korban Bashe Ransomware."
Meski belum ada bukti kuat yang mengonfirmasi serangan ini, kabar tersebut berhasil menarik perhatian publik.
Peristiwa ini juga mengenalkan nama kelompok ransomware Bashe kepada masyarakat luas.
Mengenal Kelompok Bashe
Bashe dikenal sebagai salah satu kelompok peretas yang bergerak di dunia maya sejak 2024.
Kelompok ini sebelumnya disebut sebagai APT73 atau Eraleig dan beroperasi sebagai bagian dari Advanced Persistent Threats (APT).
Dengan target utama sektor bernilai tinggi seperti manufaktur dan perbankan, Bashe telah mengklaim menyerang berbagai negara, termasuk Amerika Utara, Jerman, Inggris, dan India.
Motif Bashe, seperti kelompok ransomware lainnya, biasanya bersifat finansial.
Dalam kasus BRI, mereka menuntut tebusan sebesar 5 Bitcoin—setara dengan Rp7,9 miliar—dengan tenggat waktu hingga Senin, 23 Desember 2024, pukul 16.00 WIB.
Mereka juga mengancam akan menjual data yang didapat ke pihak ketiga jika permintaan mereka tidak dipenuhi.
Analisis Pakar: Klaim yang Tidak Meyakinkan
Klaim ini langsung menarik perhatian Teguh Aprianto, pakar keamanan siber dan pendiri Ethical Hacker Indonesia.
Teguh menyebut sejak awal klaim tersebut terasa janggal, terutama karena data yang dirilis oleh kelompok Bashe tampak tidak meyakinkan.