suararembang.com- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana memanggil Dedy Mandarsyah, Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kalimantan Barat, terkait temuan aset yang tidak tercantum dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Dedy, yang juga ayah dari Lady Aurellia—mahasiswi Universitas Sriwijaya yang terlibat dalam kasus penganiayaan—diduga memiliki sejumlah aset yang belum dilaporkan sesuai ketentuan.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, mengungkapkan bahwa analisis terhadap LHKPN Dedy Mandarsyah menunjukkan adanya beberapa aset yang tidak dilaporkan.
Salah satu aset tersebut berupa tanah dan bangunan yang berlokasi di Palembang. "Sudah dianalisa (LHKPN Dedy), ada beberapa harta tidak dilaporkan. Sekarang masuk proses pemeriksaan," ujar Pahala.
Berdasarkan LHKPN yang dilaporkan pada 14 Maret 2024, Dedy Mandarsyah memiliki total kekayaan sebesar Rp9,4 miliar. Rincian kekayaan tersebut meliputi:
- Tanah dan Bangunan: Senilai Rp750 juta, terdiri dari beberapa properti di Jakarta Selatan.
- Kendaraan: Satu unit mobil Honda CRV tahun 2019 senilai Rp450 juta.
- Harta Bergerak Lainnya: Total Rp830 juta.
- Surat Berharga: Senilai Rp670 juta.
- Kas dan Setara Kas: Mencapai Rp6,7 miliar.
Menariknya, dalam laporan tersebut, Dedy tidak mencantumkan adanya utang.
Proses Klarifikasi oleh KPK
KPK berencana memanggil Dedy Mandarsyah untuk memberikan klarifikasi terkait temuan aset yang tidak dilaporkan.
Proses ini akan melibatkan verifikasi data tambahan yang saat ini sedang dikumpulkan oleh tim LHKPN.
Pahala Nainggolan menekankan bahwa tindakan ini merupakan bagian dari komitmen untuk menjaga transparansi di kalangan pejabat negara.
Namun, hingga saat ini, belum ada jadwal resmi untuk pemanggilan Dedy Mandarsyah ke KPK.
Kasus penganiayaan yang melibatkan Lady Aurellia telah menarik perhatian publik, terutama terkait dengan latar belakang keluarganya.
Berita mengenai kekayaan ayahnya menjadi alasan bagi KPK untuk melaksanakan penyelidikan lebih mendalam.
Publikasi mengenai kasus ini menimbulkan sejumlah pertanyaan tentang integritas laporan kekayaan yang dimiliki oleh pejabat negara.