JAKARTA, suararembang.com — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap bahwa aset proyek PT PLN (Persero) dengan nilai minimal Rp1,97 triliun hingga kini belum memberikan manfaat optimal.
Temuan ini disampaikan BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2025.
Baca Juga: Kolaborasi dengan TNI, PLN Bergerak Tanpa Henti Demi Aceh Terang Kembali
BPK menilai PLN belum menerapkan strategi optimalisasi pemanfaatan aset Pekerjaan Dalam Pelaksanaan (PDP) yang terdampak perubahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Akibatnya, sejumlah proyek berhenti atau tidak berlanjut.
Salah satu permasalahan terjadi pada PDP Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Indramayu Unit 4, serta 14 PDP lainnya yang tidak tercantum dalam RUPTL 2021–2030, sehingga pembangunannya tidak dilanjutkan.
“Kondisi ini menimbulkan potensi sunk cost sebesar Rp229,73 miliar,” tulis laporan itu seperti dikutip jaringan Promedia Kilat.com pada Jumat (19/12/2025).
BPK menjelaskan, sunk cost atau biaya hangus adalah biaya yang sudah dikeluarkan di masa lalu—baik berupa uang, waktu, maupun tenaga—yang tidak dapat dikembalikan lagi.
Baca Juga: Senator AWK Ikut Angkat Suara: PLN Jangan Sentuh Hal-Hal Sakral Seperti Penjor
Selain itu, BPK juga menyoroti proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Tulehu.
Hingga kini, proyek tersebut belum mendapatkan mitra kerja sama, sehingga investasi yang telah dikeluarkan belum memberikan manfaat bagi perusahaan maupun sistem ketenagalistrikan secara keseluruhan.
Baca Juga: Janji Hijau PLN di RUPTL 2025–2034: Berlari di Dokumen, Tertatih di Realita
Temuan BPK ini menekankan pentingnya PLN melakukan evaluasi strategi pengelolaan aset dan kemitraan agar investasi besar yang telah dikeluarkan dapat memberikan manfaat maksimal bagi sistem ketenagalistrikan nasional.
***