suararembang.com - Indonesia berhasil memenangkan sengketa dagang dengan Uni Eropa terkait minyak sawit di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
WTO memutuskan bahwa Uni Eropa melakukan diskriminasi terhadap produk biofuel berbahan sawit asal Indonesia.
Baca Juga: BBM Baru Campur Sawit 40% Diterapkan Mulai Januari 2025
Putusan ini menjadi tonggak penting dalam memperjuangkan hak pasar sawit Indonesia di kancah global.
Latar Belakang Sengketa
Pada 2019, Indonesia menggugat Uni Eropa melalui WTO atas kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II).
Kebijakan itu dianggap menghambat akses pasar sawit Indonesia sebagai bahan biofuel. Gugatan ini mencakup pembatasan konsumsi biofuel berbahan sawit hingga 7 persen.
Selain itu, Uni Eropa menetapkan kategori indirect land-use change (ILUC) berisiko tinggi.
Indonesia juga menyoroti rencana Uni Eropa untuk menghentikan penggunaan sawit secara bertahap.
Baca Juga: Prabowo Sebut Kelapa Sawit RI Strategis: Banyak Negara Takut Tak Dapat
Gugatan dengan nomor kasus DS593 ini bertujuan memastikan perdagangan sawit berlangsung adil dan tanpa hambatan diskriminatif.
Hasil Temuan WTO
Panel WTO menemukan bahwa Uni Eropa memberikan perlakuan kurang menguntungkan pada biofuel sawit dibandingkan produk rapeseed atau bunga matahari.
Produk serupa dari negara lain, seperti kedelai, juga lebih diuntungkan oleh Uni Eropa. WTO menyatakan, data yang digunakan Uni Eropa untuk menetapkan risiko ILUC tidak transparan.
Kriteria dan prosedur sertifikasi low ILUC-risk yang diterapkan Uni Eropa dinilai kurang memadai. Hal ini melanggar prinsip perdagangan yang adil dalam aturan WTO.
Reaksi Pemerintah Indonesia
Menteri Perdagangan Budi Santoso menyatakan, kemenangan ini membuktikan bahwa Indonesia konsisten memperjuangkan keadilan perdagangan global.