SUARAREMBANG.COM - Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) di Kabupaten Rembang menunjukkan capaian menggembirakan. Per 1 Juli 2025, tingkat keaktifan peserta mencapai 80,40 persen. Angka ini sedikit melampaui target nasional sebesar 80 persen.
Dari total sekitar 0,6 juta peserta JKN-KIS di Rembang, sebanyak 0,5 juta tercatat aktif. Sementara itu, sisanya yang non-aktif masih mencapai 0,1 juta peserta. Proporsi ini menunjukkan partisipasi masyarakat Rembang dalam program kesehatan nasional tergolong tinggi.
Baca Juga: Status BPJS Kesehatan Dinonaktifkan? Begini Cara Aktifkan Ulang PBI JK Lewat Dinsos Rembang
Keaktifan peserta sangat dipengaruhi oleh jenis segmen kepesertaan. Berdasarkan data, segmen Pekerja Penerima Upah (PPU) dari instansi pemerintah non-pusat (PPU PN) memiliki tingkat keaktifan tertinggi. Angkanya mencapai 96,07 persen.
Segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri menjadi catatan tersendiri. Hanya 48,94 persen peserta PBPU yang aktif, sementara sisanya, 51,06 persen, tercatat non-aktif. Ini menunjukkan perlunya edukasi dan dorongan lebih kepada masyarakat mandiri untuk mempertahankan status kepesertaan aktif.
Segmen lain yang mencatat keaktifan tinggi adalah PBPU Pemda dengan 97,53 persen, Badan Usaha (BP) sebesar 92,09 persen, dan PPU BU (Pekerja Penerima Upah Badan Usaha) sebesar 81,62 persen. Sedangkan segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI JK) menunjukkan keaktifan 81,27 persen.
Dari sisi demografi, jumlah peserta JKN-KIS di Rembang cukup seimbang antara laki-laki dan perempuan. Tercatat 328.023 laki-laki (50,06 persen) dan 327.238 perempuan (49,94 persen). Komposisi ini menunjukkan distribusi peserta yang merata di berbagai kelompok umur dan jenis kelamin.
Jika dilihat dari piramida usia, kelompok usia produktif mendominasi. Mulai dari usia 17 hingga 55 tahun, persentase laki-laki dan perempuan hampir seimbang. Namun, di kelompok usia di atas 56 tahun, perempuan sedikit lebih dominan.
Keberhasilan Kabupaten Rembang dalam menjaga tingkat keaktifan peserta JKN-KIS di atas target nasional patut diapresiasi. Namun, perhatian lebih perlu diberikan pada segmen PBPU yang masih banyak peserta non-aktif.
Pemerintah daerah, melalui kerja sama lintas sektor, bisa memperkuat edukasi tentang pentingnya keaktifan JKN-KIS. Apalagi bagi masyarakat mandiri yang rentan lupa atau terkendala iuran bulanan.
Dengan menjaga tingkat keaktifan peserta, manfaat program JKN-KIS bisa dirasakan lebih luas dan optimal. Bukan hanya bagi individu, tapi juga sebagai bagian dari sistem jaminan sosial nasional yang inklusif.**