suararembang.com - Beberapa orang memilih menikmati setiap momen di dunia nyata tanpa merasa perlu memikirkan media sosial.
Contoh nyata terlihat saat seseorang menyaksikan konser musisi favoritnya yang tampil di atas panggung.
Ribuan kamera dari para penonton berkilauan bak bintang, mengarah ke sang idola, untuk mengabadikan momen yang kemudian diunggah ke akun media sosial mereka.
Namun, tanpa disadari, mereka justru menikmati momen itu melalui layar ponsel, meskipun sang idola berada tepat di depan mereka.
Fenomena ini sering dikaitkan dengan istilah Fear of Missing Out (FOMO), yakni rasa takut melewatkan momen tertentu yang kemudian dibagikan di media sosial.
Para pengguna media sosial kerap merasa terdesak untuk selalu mengikuti momen di dunia nyata agar dapat dibagikan secara online.
Sebaliknya, ada istilah lain yang menjadi lawan dari FOMO, yaitu JOMO (Joy of Missing Out).
Istilah ini merujuk pada orang-orang yang justru menemukan kebahagiaan dalam melewatkan momen-momen di media sosial demi menikmati hidup secara lebih tenang dan bermakna.
Apa Itu JOMO?
Jika kembali mengambil contoh saat momen konser, maka orang itu lebih memilih menikmati momen sang idola bernyanyi ketimbang harus repot-repot mengambil kameranya.
Dikutip dari Cleveland, JOMO memungkinkan seseorang untuk menjadi diri sendiri tanpa harus mendapatkan pengakuan orang lain.
Seorang Psikolog, Albers mengungkap sisi lain dari JOMO yang dianggap memberikan manfaat dari sisi psikologi.
"JOMO lebih berfokus pada kualitas ketimbang kuantitas," ujar sang psikolog.
"(Contohnya) seseorang bisa saja membuat daftar panjang untuk segala hal untuk dibagikan di media sosial, namun JOMO akan membuat seseorang lebih fokus terhadap hal-hal kecil yang ada di sekitarnya," ungkapnya.
Lantas, apa saja manfaat JOMO berdasarkan pengamatan dari sisi psikologi dan bagaimana cara terbaik untuk memulainya? Berikut ini ulasan selengkapnya.