suararembang.com - Bill Gates kembali menyoroti perubahan iklim yang semakin nyata dan dampaknya terhadap lingkungan global.
Dalam blog pribadinya, ia mengungkap fakta terbaru tentang emisi gas rumah kaca dan menyebut Indonesia sebagai salah satu negara yang terdampak.
Emisi Gas Rumah Kaca dan Peran Lemak Hewani
Gates mengungkap bahwa aktivitas manusia menghasilkan 51 miliar ton gas rumah kaca setiap tahun. Dari jumlah tersebut, sekitar 7% berasal dari produksi lemak dan minyak nabati.
"Untuk memerangi perubahan iklim, kita harus mengubah angka itu menjadi nol," ujarnya dalam blog pribadinya, Sabtu, 29 Juni 2024.
Namun, ia menyadari bahwa menghilangkan konsumsi lemak hewani sepenuhnya bukan solusi realistis. Sebagai alternatif, ia menyoroti inovasi dari startup Savor, yang menciptakan lemak tanpa emisi berbahaya atau eksploitasi hewan.
Baca Juga: BBM Baru Campur Sawit 40% Diterapkan Mulai Januari 2025
Savor menggunakan karbon dioksida dari udara dan hidrogen dari air untuk menghasilkan lemak melalui proses pemanasan dan oksidasi. Gates mengklaim bahwa hasilnya memiliki molekul serupa dengan susu, keju, daging sapi, dan minyak nabati.
Minyak Sawit dan Deforestasi di Indonesia
Selain lemak hewani, Gates juga menyoroti dampak industri kelapa sawit terhadap lingkungan. Menurutnya, masalah utama bukan pada minyak sawit itu sendiri, tetapi cara produksinya yang merusak hutan tropis.
"Saat ini, minyak sawit adalah lemak nabati yang paling banyak dikonsumsi di dunia. Kita menemukannya dalam kue, mie instan, makeup, deterjen, dan bahkan biofuel," ungkapnya.
Baca Juga: Indonesia Menang di WTO: Uni Eropa Terbukti Diskriminasi Minyak Sawit
Ia menjelaskan bahwa kelapa sawit hanya tumbuh di wilayah khatulistiwa, yang menyebabkan deforestasi besar-besaran di Indonesia dan Malaysia.
"Pada 2018, kerusakan lingkungan di kedua negara ini menyumbang 1,4% dari total emisi global—lebih besar dari seluruh emisi negara bagian California dan hampir setara dengan industri penerbangan dunia," tambah Gates.
Sayangnya, minyak sawit sulit digantikan karena murah, tidak berbau, dan tersedia melimpah. Sifatnya yang serbaguna membuatnya tetap menjadi pilihan utama di industri makanan dan produk lainnya.