2. Pelanggaran Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berbasis Risiko, yang mengatur sanksi paksaan pemerintah untuk pembongkaran.
3. Pelanggaran lanjutan PP Nomor 5 Tahun 2021, yang mengharuskan penghentian seluruh aktivitas pembangunan.
4. Pelanggaran Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, yang dijabarkan melalui Keputusan Gubernur Bali Nomor 1828 Tahun 2017. Aturannya mewajibkan sanksi pembongkaran bangunan di kawasan konservasi.
5. Pelanggaran Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2020 tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali, karena proyek dianggap mengubah keaslian daya tarik wisata. Pelanggaran ini masuk kategori sanksi pidana.
Temuan kelima poin pelanggaran ini menjadi dasar kuat untuk memberhentikan proyek secara total.
DPR Sempat Sentil Menpar soal Lift Kaca
Isu lift kaca Pantai Kelingking juga mengemuka dalam rapat Komisi VII DPR RI bersama Menteri Pariwisata Widiyanti Putrik Wardhana pada 17 November 2025.
Wakil Ketua Komisi VII, Evita Nursanty, mempertanyakan perbedaan skema penataan antara pemerintah pusat dan daerah.
Evita menyebut banyak pembangunan wisata yang tidak sesuai dengan RTRW dan RTDN.
“Ini ada masalah di sini nih, rupanya ketika kita Komisi VII ke Bali, bertemu dengan Pak Wayan Koster beliau itu mengatakan masalah itu adalah di sistem OSS yang harus kita perbaiki,” ujar Evita.
Ia menambahkan bahwa pembangunan sering berjalan tanpa koordinasi memadai.
“Pak Wayan Koster mengatakan OSS itu tidak dilakukan komunikasi dengan pemerintah daerah, apakah itu Bupati apakah itu Gubernur. Jadi pembangunan lift kaca yang di Pantai Kelingking itu itu kan disetop sekarang sama Pak Gubernur,” katanya.
Dalam rapat itu, Evita menekankan perlunya perbaikan sistem OSS serta memperkuat komunikasi antara pusat dan daerah.
Babak Baru Pengelolaan Wisata Nusa Penida
Perintah pembongkaran lift kaca Pantai Kelingking menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah akan lebih tegas menjaga tata ruang dan keaslian destinasi di Bali.
Pantai Kelingking sendiri selama ini dikenal sebagai ikon wisata dunia dengan tebing karang yang unik dan konservasi yang ketat.
Keputusan ini diharapkan menjadi titik balik pengelolaan wisata berkelanjutan, terutama di kawasan sensitif seperti Nusa Penida.