suararembang.com - Pada 27 Mei 2006 pukul 05.55 WIB, Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah diguncang gempa berkekuatan 5,9 skala Richter.
Gempa ini berlangsung selama 57 detik dan menjadi salah satu bencana alam paling mematikan di Indonesia.
Baca Juga: Gempa Istanbul April 2025: Sekolah dan Aktivitas Publik Ditutup Sementara, Apa Saja yang Dihentikan?
Kabupaten Bantul menjadi wilayah terdampak paling parah. Menurut data BPBD Bantul, lebih dari 4.000 jiwa meninggal di wilayah ini .
Secara keseluruhan, korban tewas akibat gempa mencapai sekitar 5.774 hingga 6.234 orang, dengan puluhan ribu lainnya mengalami luka-luka .
Kerusakan material juga sangat besar. Lebih dari 154.000 rumah hancur total, sementara 260.000 lainnya mengalami kerusakan. Kerugian ekonomi diperkirakan mencapai Rp 29,1 triliun .
Baca Juga: Suara Dentuman dan Getaran Gempa Bogor M 4,1: Ini Penjelasan Resmi BMKG
Pusat gempa berada di sekitar Sesar Opak, tepatnya di wilayah Potrobayan, Pundong, Bantul. Struktur tanah yang labil dan bangunan yang tidak tahan gempa memperparah dampak bencana ini .
Trauma akibat gempa masih dirasakan hingga kini. Seorang warga Yogyakarta, Nur Arifin Hakim, mengenang:
“Teman TPA-ku meninggal gara-gara itu.”
Baca Juga: 20 Tahun Tsunami Aceh : Bencana Alam yang Mengguncang Dunia
Untuk mengenang peristiwa ini, didirikan Monumen Gempa di Potrobayan, Bantul. Monumen ini menjadi simbol peringatan dan edukasi tentang pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana .
Hari ini, 27 Mei 2025, tepat 19 tahun sejak tragedi tersebut. Peringatan ini menjadi momentum refleksi dan pengingat akan pentingnya mitigasi bencana di wilayah rawan gempa seperti Yogyakarta.
Gempa Jogja 2006 bukan sekadar catatan sejarah, tetapi pelajaran berharga tentang ketahanan, solidaritas, dan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana alam. ***
Artikel Terkait
20 Tahun Tsunami Aceh : Bencana Alam yang Mengguncang Dunia