JAKARTA, suararembang.com - Putusan tersebut tertuang dalam Nomor 81/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan Rabu, 17 September 2025 di Gedung MK.
Hakim MK Guntur Hamzah menyatakan, proses pembentukan UU TNI tidak melanggar UUD 1945 sehingga tetap sah dan mengikat.
Namun, keputusan ini tidak disepakati semua hakim. Empat hakim menilai UU TNI cacat formil dan mendesak perbaikan dua tahun.
Mereka adalah Suhartoyo, Saldi Isra, Arsul Sani, dan Enny Nurbaningsih. Suara mereka kalah dari lima hakim lain yang mendukung penolakan.
Alasan Gugatan Uji Formil UU TNI
Sejak dibahas DPR pada Maret 2025, UU TNI memicu kontroversi dan aksi demonstrasi di berbagai daerah.
Baca Juga: Mahasiswa FHUI Gugat UU TNI ke Mahkamah Konstitusi: Ada Apa?
Kekhawatiran utama adalah potensi TNI terlibat urusan sipil, bukan hanya pertahanan negara.
Koalisi masyarakat sipil mengajukan uji formil karena beberapa alasan. Pertama, revisi UU TNI tidak masuk Prolegnas Prioritas 2025.
Kedua, proses pembahasan dinilai tertutup tanpa partisipasi publik. Ketiga, dokumen revisi sulit diakses baik dari DPR maupun pemerintah.
Suara Dissenting Opinion Empat Hakim MK
Suhartoyo menegaskan masyarakat berhak memberi masukan dalam pembentukan undang-undang. Ia menilai permohonan harus dikabulkan sebagian.
“Permohonan para pemohon seharusnya dikabulkan untuk sebagian,” kata Suhartoyo saat sidang.
Ia menekankan perlunya perbaikan UU TNI maksimal dua tahun dengan asas keterbukaan dan partisipasi publik.
Saldi Isra menyoroti UU TNI yang awalnya tidak ada dalam Prolegnas Prioritas 2025. Ia menilai DPR salah langkah dalam proses carry over.
Artikel Terkait
Pernyataan Nyeleneh Hakim Konstitusi Anwar Usman Soal Presidential Threshold