Dalam laporan bertajuk Kejahatan Lingkungan 100 Hari Kerja Sherly Tjoanda, JATAM menulis, temuan utama menunjukkan pola dukungan pemerintahan Sherly terhadap korporasi tambang, meskipun warga menghadapi kekerasan, kriminalisasi, intimidasi, serta kehilangan ruang hidup akibat serbuan industri ekstraktif.
JATAM menilai pengawasan tambang menjadi tumpul, karena pemilik kepentingan berada sekaligus di kursi pengambil keputusan.
Audit Menyeluruh
JATAM meminta pemerintah pusat, KPK, serta KLHK melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh perusahaan yang terhubung dengan Sherly, termasuk legalitas izin, dampak lingkungan, dan pola pengawasan selama ia menjabat.
“Pengawasan tidak boleh berada di tangan orang yang punya kepentingan langsung terhadap perusahaan yang diawasi. Publik berhak mendapatkan pemerintahan yang bersih dari kepentingan bisnis keluarga,” ujar Melky.
Hingga artikel ini diterbitkan, pihak Gubernur Sherly Tjoanda belum memberikan tanggapan atas temuan dan desakan JATAM tersebut.
*
Artikel Terkait
Mengenal Simon Tahamata, Pemandu Bakat Baru Timnas Indonesia yang Legendaris dan Berdarah Maluku