JAKARTA, suararembang.com - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, turut menyoroti tentang banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi di Sumatera.
Novel menyatakan bahwa pengusaha tambang maupun perkebunan harus memiliki izin dan mematuhi aturan tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).
Baca Juga: Eks Penyelidik KPK Soroti Peluang Korupsi hingga Illegal Logging di Balik Bencana Banjir Sumatera
‘Proses terkait dengan perkebunan, dengan tambang itu harus ada perizinan. Persoalannya, perizinan itu harus betul-betul mencermati itu (lingkungan),” ujar Novel, dikutip dari tayangan podcast ang diunggah di kanal YouTube Media Novel Baswedan pada Jumat, 12 Desember 2025.
Novel melanjutkan, ada sistem pengawasan yang harusnya dilaksanakan dengan efektif.
Perizinan Penambangan Bisa Masuk ke Ranah Korupsi
Penyidik yang pernah bertugas selama 6 tahun di KPK itu juga menyinggung tentang pihak di balik izin penambangan, baik itu secara personal maupun korporasi.
“Kalau orang atau korporasi yang mendapatkan izin pengelolaan tambang atau perkebunan melanggar aturan, memang ada pidananya dalam Undang Undang tertentu,” ucap Novel.
“Ada Undang-Undang kehutanan, termasuk lingkungan hidup. Tapi, kalau ternyata dalam melakukan itu bersekongkol dengan pejabat yang membuat regulasi atau pejabat yang memberikan perizinan, pengawasan, maka itu adalah kejahatan tindak pidana korupsi,” terangnya.
Lebih lanjut, jika ada persekongkolan, maka proses penanganan tidak lagi membuat Undang-Undang khusus terkait lingkungan, tapi menggunakan tindak pidana korupsi.
Korupsi dalam Kerusakan Lingkungan
Novel lantas menyebut bahwa penyelesaian dengan menggunakan Undang-Undang korupsi karena kerusakan lingkungan adalah sesuatu yang bisa dihitung angka kerugiannya.
Berkaca dari metode social cost Kejaksaan Agung (Kejagung), kata Novel, kerugian yang ditimbulkan bisa dihitung dari berbagai aspek.
“Kerugian tidak hanya dilihat dari kerugian langsung, tapi juga kerugian karena kerugian ekonomi yang tak bisa dimanfaatkan, kerugian dari dampak kerusakan yang terjadi, dan biaya rehabilitasi yang diperlukan untuk kembali semula,” paparnya.
“Ini kalau dihitung, nilainya pasti sangat besar,” lanjutnya.
Apresiasi Masyarakat yang Terus Mengawal Permasalahan Banjir Sumatera
Sorotan lain juga diberikan kepada cara masyarakat yang selalu memantau perubahan hutan di Sumatera.
Artikel Terkait
Eks Penyelidik KPK Soroti Peluang Korupsi hingga Illegal Logging di Balik Bencana Banjir Sumatera