JAKARTA, suararembang.com – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diinisiasi Presiden Prabowo Subianto telah berjalan selama tiga bulan dan mencakup 38 provinsi. Program ini mendapat pujian dari dunia internasional, tetapi masih menghadapi tantangan dalam distribusi yang merata.
Presiden Prabowo mengungkapkan bahwa banyak pemimpin dunia tertarik mempelajari keberhasilan Indonesia dalam menjalankan program MBG.
“Apa pun yang terjadi, ini suatu prestasi yang luar biasa. Saya terima surat-surat dari pimpinan-pimpinan dunia,” ujar Presiden Prabowo dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan Jakarta, Minggu (23/3/2025).
Menurutnya, beberapa negara ingin meniru kebijakan ini karena menganggap Indonesia serius dalam menyediakan makanan bergizi bagi masyarakat.
Tantangan Distribusi dan Pemerataan
Meski diapresiasi, Prabowo menyadari masih ada kendala dalam pemerataan manfaat MBG. Banyak masyarakat yang belum merasakan manfaat program ini meskipun desa atau sekolah di sekitar mereka sudah mendapatkannya.
“Hanya masalahnya kalau saya datang ke suatu desa atau suatu tempat, orang tuanya yang nanya, 'Pak kami di sini belum terima makan bergizi',” tutur Presiden.
Untuk mengatasi hal ini, Prabowo meminta Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) dan jajaran mencari solusi inovatif agar program ini bisa menjangkau lebih banyak orang dengan lebih cepat.
"Saya minta Kepala BGN berpikir inovatif dan kreatif. Bagaimana kalau kita percepat? Apa pakai sistem hibrida atau bagaimana? Karena kasihan, rakyat sangat membutuhkan dan mengharapkan,” ujarnya.
Proyeksi Anggaran yang Fantastis
Di tengah upaya pemerataan, program MBG juga menimbulkan kontroversi. Pemerintah menargetkan 82,9 juta penerima manfaat dan memperkirakan kebutuhan anggaran mencapai Rp1,2 triliun per hari.
Kepala BGN, Dadan Hindayana, mengungkapkan bahwa anggaran untuk MBG pada 2025 adalah Rp71 triliun dan kemungkinan akan ditambah Rp100 triliun pada September 2025.
“Tapi kalau sudah jalan di tahun 2026 di 30.000 satuan pelayanan mencakup 82,9 juta penerima, maka anggaran yang dibutuhkan antara Rp360 triliun sampai Rp400 triliun per tahun,” jelas Dadan di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum, Sabtu (22/3/2025).
Meski memiliki tantangan besar, program ini tetap menjadi sorotan dunia dan diharapkan bisa memberikan dampak positif bagi masyarakat Indonesia. **