SEMARANG, suararembang.com - Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, kini tengah menghadapi proses hukum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang.
Perempuan yang akrab disapa Mbak Ita ini didakwa menerima dana hingga Rp3,8 miliar dari pemotongan insentif pegawai di lingkungan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang.
Jaksa Penuntut Umum Rio Vernika Putra menjelaskan bahwa praktik ini terjadi selama periode 2022 hingga 2024. Dana yang diperoleh disebut sebagai iuran kebersamaan, sebuah istilah yang kini menjadi sorotan publik.
Baca Juga: Terungkap! Lomba Nasi Goreng Mbak Ita Didanai dari Insentif Pegawai, Begini Fakta Persidangannya
"Selama menjabat sebagai Plt dan wali kota, terdakwa meminta atau memotong pembayaran pegawai negeri," ujar Rio saat membacakan dakwaan, Senin, 21 April 2025.
Lebih lanjut, selama menjabat wali kota antara 2023 dan 2024, Mbak Ita disebut rutin menerima setoran sebesar Rp300 juta setiap kuartal. Dana tersebut kemudian digunakan untuk mendanai berbagai kegiatan, baik resmi maupun tidak resmi, yang dikaitkan dengan kepentingan politik dan sosial pribadi.
“Iuran ini digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan seperti Dharma Wanita, rekreasi ke Bali, pembelian batik, lomba nasi goreng, hingga kegiatan politik,” imbuh Rio.
Tindakan ini dianggap melanggar Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mbak Ita pun dijerat dengan beberapa pasal, termasuk Pasal 12 huruf a, Pasal 11, serta Pasal 12 huruf f dan huruf B dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Kasus ini menjadi perhatian masyarakat karena melibatkan dana insentif pegawai yang seharusnya digunakan untuk penghargaan kerja, bukan untuk kepentingan pribadi pejabat.
Kini, masyarakat menanti kejelasan hukum dan keadilan atas praktik yang diduga melibatkan penyalahgunaan wewenang di tubuh pemerintahan daerah. **