BANDUNG, suararembang.com - Ratusan massa dari Forum Santri Nusantara Bandung Raya menggelar aksi di depan rumah Anggota Komisi VIII DPR RI, Atalia Praratya, di kawasan Ciumbuleuit, Kota Bandung, pada Selasa, 14 Oktober 2025.
Mereka menuntut agar Atalia dicopot dari jabatannya, usai pernyataannya mengenai penggunaan APBN untuk membangun kembali Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo dinilai menyinggung dan tidak sensitif terhadap komunitas santri.
Baca Juga: Puluhan Santri Geruduk Rumah Atalia Praratya, Protes Soal Pernyataan Ponpes Al Khoziny
Aksi tersebut berlangsung di bawah pengamanan ketat aparat kepolisian. Sejumlah spanduk dan poster berisi kecaman terhadap pernyataan politikus Partai Golkar itu dibentangkan oleh para peserta aksi.
Dalam orasinya, seorang orator menegaskan bahwa pernyataan Atalia telah mencederai empati publik, terutama terhadap korban musibah di pesantren tersebut.
“Kami menyampaikan duka mendalam atas musibah di Pondok Pesantren Al Khoziny yang menelan korban jiwa para santri," ujar orator di depan rumah keluarga Ridwan Kamil.
"Namun kami juga menyesalkan pernyataan Ibu Atalia yang menyoroti rencana penggunaan APBN untuk membangun kembali pesantren tersebut,” imbuhnya.
Para peserta aksi menegaskan, negara memiliki kewajiban konstitusional untuk membiayai pendidikan agama. Mereka menuding Atalia gagal memahami peran negara terhadap lembaga keagamaan dan menilai ucapannya dapat menciptakan stigma terhadap pesantren.
“Penggunaan APBN bukanlah hadiah, tetapi tanggung jawab negara terhadap warga yang menjadi korban bencana,” tegas orator aksi itu.
Solidaritas Santri untuk Pesantren Al Khoziny
Koordinator aksi, Riki Ramdan Fadila, menyebut bahwa gerakan ini muncul dari solidaritas santri terhadap dunia pesantren yang merasa dirugikan akibat pandangan Atalia.
Menurut Riki, pernyataan tersebut telah membentuk opini negatif yang berpotensi merusak citra pesantren di mata publik.
“Aksi hari ini adalah bentuk solidaritas terhadap Pesantren Al Khoziny yang sedang dipertaruhkan legalitasnya oleh negara," kata Riki kepada media.
“Pernyataan dari legislatif seolah-olah menggiring opini bahwa ada pelanggaran berat di tubuh pesantren tersebut,” tambahnya.
Riki menegaskan, dugaan pelanggaran di pesantren itu tidak boleh digeneralisasi hingga mencoreng nama pesantren lain di Indonesia. Ia juga menyoroti adanya ketimpangan sorotan publik terhadap berbagai kasus besar.
“Kalau bicara soal pelanggaran berat, apa kabar tragedi Kanjuruhan? Apa kabar pelanggaran HAM yang belum tuntas? Kasus besar seperti itu sering tidak ditindak tegas, tapi mengapa pesantren justru jadi sasaran?” ujarnya.
Pernyataan Atalia yang Dinilai Menyinggung
Sebelumnya, Atalia Praratya sempat menyampaikan pandangannya soal pentingnya akuntabilitas dana publik, khususnya dalam rencana penggunaan APBN untuk membangun ulang Ponpes Al Khoziny yang ambruk pada akhir September 2025.