suararembang.com - Gas elpiji atau liquefied petroleum gas (LPG) adalah bahan bakar penting di banyak negara, termasuk Indonesia.
Penggunaannya terus berkembang sejak pertama kali ditemukan oleh ahli kimia Amerika Serikat, Walter O. Snelling, pada tahun 1910.
Baca Juga: Viral! Pedagang di Banten Protes ke Menteri ESDM Soal Gas Melon, Ini Alasannya
Awalnya, Snelling menyadari bahwa minyak bumi tidak hanya menghasilkan bensin dan solar, tetapi juga gas yang mudah menguap.
Ia kemudian memisahkan fraksi gas dari bensin, yang mengarah pada penemuan propana. Temuannya ini kemudian dikembangkan menjadi produksi komersial gas elpiji.
Gas elpiji mulai digunakan secara luas pada awal abad ke-20, terutama dalam industri las dan pemanasan.
Pada tahun 1920-an, penggunaannya semakin berkembang di berbagai sektor, termasuk untuk bahan bakar kendaraan dan peralatan rumah tangga.
Setelah Perang Dunia II, penggunaan gas elpiji meningkat pesat di banyak negara. Di Brasil, Ernesto Igel menjadi pelopor penggunaan gas elpiji untuk memasak dengan mendirikan perusahaan Ultragaz pada tahun 1939.
Di Amerika Serikat, pada tahun 1947, kapal tanker gas elpiji pertama mulai beroperasi, mempercepat perdagangan global bahan bakar ini.
Gas Elpiji di Indonesia
Di Indonesia, gas elpiji diperkenalkan pada tahun 1968 dalam tabung 12 kg berwarna biru sebagai alternatif minyak tanah dan kayu bakar.
Penggunaannya semakin meningkat setelah program konversi minyak tanah ke gas elpiji yang dicanangkan pemerintah pada 2007.
Saat itulah tabung gas elpiji 3 kg berwarna hijau, yang dikenal sebagai "gas melon", mulai dipasarkan.
Tabung ini dirancang khusus untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan harga yang lebih terjangkau.