Perry menyebut bank masih menerapkan standar ketat terutama untuk kredit konsumsi dan UMKM yang memiliki risiko kredit lebih tinggi.
“Lending requirement segmen kredit konsumsi dan UMSM masih meningkat seiring dengan sikap kehati-hatian bank sejalan dengan tingginya risiko kredit pada kedua segmen tersebut,” tambahnya.
Kondisi ini membuat suplai kredit sebenarnya tersedia, namun penyerapan oleh pelaku usaha belum optimal.
Selain itu, Perry menegaskan bahwa posisi likuiditas perbankan sejatinya cukup kuat.
Rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tercatat meningkat menjadi 29,47 persen.
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) juga mencapai 11,48 persen (yoy), menunjukkan aliran dana masyarakat ke bank masih terjaga.
Undisbursed loan, atau kredit yang belum dicairkan, juga masih besar, mencapai Rp2.450,7 triliun atau 22,97 persen dari total plafon kredit.
Proyeksi 2025 Lemah, 2026 Diperkirakan Menguat
Dalam proyeksinya, BI memperkirakan pertumbuhan kredit pada 2025 berada di batas bawah target.
“BI memperkirakan pertumbuhan kredit 2025 berada pada batas bawah kisaran 8 persen hingga 11 persen,” ujarnya.
Meski demikian, Perry optimistis kondisi perbankan dan permintaan kredit akan mulai membaik pada 2026, terutama bila tekanan suku bunga mereda dan aktivitas ekonomi kembali meningkat.***
Artikel Terkait
Laba Naik, Bupati Harno Minta BKK Lasem Tetap Fokus pada Bisnis Utama Penyaluran Kredit