JAKARTA, suararembang.com – Indonesia dinilai tidak kekurangan modal maupun keterbukaan ekonomi, namun justru menghadapi persoalan mendasar berupa rendahnya produktivitas dan lemahnya inovasi industri.
Isu inilah yang dinilai menjadi penghambat utama laju pertumbuhan ekonomi nasional agar mampu melompat lebih tinggi dan berkelanjutan.
Baca Juga: Indeks Integritas Bisnis Lestari Beri Pengakuan atas Praktik Keberlanjutan IFG
Pandangan tersebut disampaikan Indonesia Financial Group (IFG) melalui IFG Progress dalam forum Policy and Research Dialogue on Sustainable Growth in Indonesia yang digelar Dewan Ekonomi Nasional (DEN) bersama Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), Senin (15/12/2025), di Jakarta.
Produktivitas Jadi Titik Lemah Pertumbuhan
Head of IFG Progress, Ibrahim Kholilul Rohman, menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang selama ini bertahan di kisaran 5 persen belum ditopang oleh peningkatan total factor productivity (TFP).
Pertumbuhan masih bergantung pada akumulasi modal, tenaga kerja, dan komoditas.
“Kita bukan kekurangan modal atau tertutup secara ekonomi. Tantangan utamanya ada pada produktivitas yang belum naik secara struktural,” ujar Ibrahim dalam sesi panel bertajuk Industrial Policy: Improving Productivity through Innovation and R&D.
Ia menjelaskan, pola pertumbuhan seperti ini membuat ekonomi nasional rentan kembali ke jalur lama setiap kali menghadapi krisis, tanpa terjadi lompatan kualitas industri yang berkelanjutan.
Pertumbuhan Bersifat Episodik dan Tidak Terkunci
Menurut Ibrahim, keterbukaan perdagangan dan peningkatan utang tidak otomatis mendorong akselerasi pertumbuhan apabila tidak diikuti proses industrial upgrading, pendalaman rantai nilai global, serta pembelajaran teknologi yang konsisten.
Akibatnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung bersifat episodik dan tidak terkunci secara struktural. Setiap momentum pemulihan pascakrisis kerap diikuti stagnasi karena basis produktivitas tidak ikut menguat.
“Tanpa pembelajaran industri dan teknologi, pertumbuhan hanya berputar di pola yang sama,” tegasnya.
R&D dan Inovasi Masih Tertinggal
Masalah struktural tersebut diperparah oleh rendahnya belanja riset dan pengembangan (R&D).
Saat ini, belanja R&D Indonesia masih berada di kisaran 0,28 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh tertinggal dibandingkan negara-negara yang berhasil melakukan transformasi industri.
Selain itu, intensitas paten nasional dan penciptaan lapangan kerja berkeahlian tinggi juga masih terbatas.
Artikel Terkait
IFG Progress Bongkar Masalah Utama Ekonomi RI: Bukan Modal, Tapi Produktivitas dan Inovasi