suararembang.com - Presiden RI, Prabowo Subianto, menegaskan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan mulai berlaku pada tahun 2025 mendatang dilakukan sesuai dengan undang-undang, tetapi tetap bersifat selektif.
Dalam keterangannya, Prabowo menjelaskan bahwa kebijakan ini hanya diberlakukan untuk barang-barang mewah, sementara perlindungan terhadap rakyat kecil tetap menjadi prioritas utama pemerintah.
Baca Juga: Perbedaan Strategi PPN Dua Negara ASEAN: Indonesia Tingkatkan Nilai, Vietnam Turunkan Angka
“Kan sudah diberi penjelasan, PPN adalah undang-undang, kita akan laksanakan. Tapi selektif hanya untuk barang mewah,” ujar Prabowo di Istana Presiden, Jakarta, Jumat (6/12/2024).
Presiden juga menyatakan bahwa sejak akhir 2023, pemerintah telah mengambil langkah untuk tidak memungut pajak yang seharusnya dapat dipungut, demi membela dan membantu rakyat kecil.
“Untuk rakyat yang lain, kita tetap lindungi. Sudah sejak akhir 2023, pemerintah tidak memungut yang seharusnya dipungut untuk membela, membantu rakyat kecil,” tambahnya.
Baca Juga: Rembang Genjot Investasi Pertanian: Workshop Ungkap Potensi dan Peluang Besar
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen sudah dirancang sebagai langkah penyesuaian kebijakan fiskal nasional.
Namun, penerapan ini hanya akan menyasar segmen tertentu, seperti barang-barang mewah, untuk menjaga keseimbangan ekonomi.
Vietnam Pilih Turunkan PPN Demi Percepat Ekonomi
Berbeda dengan Indonesia, Vietnam justru mengambil langkah menurunkan tarif PPN guna mempercepat pemulihan ekonomi.
Dilansir dari Vietnam Briefing, pemerintah Vietnam telah memperpanjang kebijakan pengurangan PPN dari 10 persen menjadi 8 persen hingga Juni 2025. Kebijakan ini berlaku setelah Majelis Nasional menyetujuinya pekan lalu.
Baca Juga: Presiden Prabowo Hapus Utang UMKM, Sektor Pertanian hingga Kelautan Berdaya Lagi
Menurut resolusi yang disahkan, tarif PPN 8 persen tetap berlaku untuk sebagian besar barang dan jasa, kecuali sektor tertentu seperti real estat, sekuritas, perbankan, telekomunikasi, teknologi informasi, batu bara, bahan kimia, serta barang dan jasa dengan pajak konsumsi khusus.