JAKARTA, suararembang.com - Polemik tax amnesty kembali mencuat setelah RUU pengampunan pajak masuk daftar panjang Program Legislasi Nasional 2025–2029.
Namun, wacana tersebut justru memicu kritik keras, terutama dari Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Purbaya Yudhi Sadewa. Ia menegaskan, pemberian tax amnesty berulang kali dapat merusak kepatuhan wajib pajak.
Menurut Purbaya, pengampunan pajak seharusnya tidak dijadikan jalan pintas untuk memperbaiki penerimaan negara.
Ia menilai, hal itu justru memberi sinyal buruk bahwa masyarakat boleh menunggak pajak karena akan ada amnesti baru.
“Kalau amnesty berkali-kali gimana jadi kredibilitas amnesty? Itu memberikan signal ke para pembayar pajak bahwa boleh melanggar nanti ke depan-ke depan ada amnesty lagi,” kata Purbaya di Jakarta, Senin, 22 September 2025.
Kritik keras juga datang dari kalangan buruh. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyatakan dukungan penuh terhadap penolakan Purbaya.
Baginya, kebijakan tax amnesty hanya menguntungkan orang kaya, sementara buruh tetap terbebani pajak.
“Reformasi pajak. Kami minta PTKP naik menjadi Rp 7,5 juta. Sepertinya Menteri Keuangan Pak Purbaya merespons itu dengan baik, karena beliau juga menolak tax amnesty,” ujar Said Iqbal.
Ia menegaskan, jika PTKP dinaikkan, daya beli masyarakat akan meningkat. Buruh bisa berbelanja lebih, konsumsi domestik naik, dan ekonomi tumbuh stabil.
Said menambahkan, kebijakan tax amnesty tidak adil karena hanya memberi ruang penyelamatan bagi konglomerat.
Sementara buruh tetap wajib membayar pajak penuh.
Kini, nasib tax amnesty jilid III masih menggantung di DPR.