Wilayah hilir, termasuk Makassar, ikut terancam.
“Kami mau tidak mau harus terlibat, karena dampaknya bukan hanya ke Gowa, tetapi juga ke Kota Makassar,” ujarnya.
Ia menyebut kawasan itu berfungsi sebagai penyangga banjir dan longsor.
Kini fungsi tersebut terancam hilang.
“Puluhan hektar hutan sudah hilang. Padahal ini daerah tangkapan air yang sangat penting,” tegasnya.
PILHI: Hulu Rusak, Banjir dan Krisis Air Mengintai
Pusat Informasi Lingkungan Hidup Indonesia (PILHI) menyebut perusakan ini sebagai kejahatan ekologis serius.
Kerusakan terjadi di “kepala” DAS Jeneberang.
“Kerusakan hutan di Tombolapao adalah kerusakan di hulu DAS Jeneberang. Semua air, lumpur, dan sedimen dari sini akan mengalir ke hilir, melewati Gowa, lalu masuk ke Makassar,” ujar Koordinator Advokasi PILHI, Andi Rukmin.
Menurutnya, hilangnya tutupan hutan mengubah pola aliran sungai.
Air hujan tak lagi terserap, tapi langsung meluncur ke sungai.
“Ini memicu banjir bandang, pendangkalan sungai, dan penurunan kualitas air baku,” jelasnya.
DAS Jeneberang merupakan sumber utama air bersih Makassar.
Kerusakan hulu memperbesar risiko krisis air saat kemarau.
“Jika debit air menjadi ekstrem, warga Makassar akan merasakan dampaknya langsung,” kata Andi.
PILHI mendesak aparat menindak aktor intelektual di balik perambahan hutan.
Artikel Terkait
Potensi Kayu Gelondongan Sengaja Dibuang ke DAS Perparah Dampak Banjir Sumatera, Menteri LH: Hukum akan Bertindak Tegas