JAKARTA, suararembang.com - Rencana pemerintahan Donald Trump untuk membatasi penerimaan mahasiswa asing di Universitas Harvard kembali menuai kontroversi.
Seorang hakim federal memutuskan untuk menghentikan sementara kebijakan ini. Keputusan tersebut muncul pada Jumat, 24 Mei 2025, setelah Harvard mengajukan gugatan resmi.
Langkah ini menunjukkan meningkatnya ketegangan antara pemerintah AS dan Harvard. Dalam gugatannya, Harvard menilai kebijakan ini sebagai “pelanggaran hukum dan kebebasan berbicara secara bebas.”
Presiden Harvard, Alan Garber, juga angkat bicara. “Kami mengutuk tindakan yang tidak sah dan tidak berdasar ini,” ujarnya dalam surat terbuka.
Ia menilai kebijakan ini sebagai bentuk balas dendam terhadap sikap independen kampus dalam isu-isu sosial dan akademik.
Perintah yang dikeluarkan Hakim Distrik Allison Burroughs tak hanya membatalkan langkah Trump, tetapi juga menghentikan upaya Departemen Keamanan Dalam Negeri mencabut akses Harvard terhadap Program Mahasiswa dan Pertukaran Pelajar.
Program ini penting dalam mengelola data mahasiswa asing di kampus AS.
Sidang lanjutan akan digelar pada 29 Mei di Boston, dan akan menjadi momen penting dalam menentukan nasib mahasiswa internasional di Harvard.
Pemerintah AS menuduh Harvard tidak cukup menindak isu antisemitisme dan pro-terorisme. Namun pihak universitas membantah keras tuduhan ini.
Wakil Sekretaris Pers Gedung Putih, Abigail Jackson, merespons putusan hakim dengan nada keras.
Ia menuding hakim memiliki “agenda liberal” dan menyebut keputusan itu menghalangi langkah Trump mengatur kebijakan imigrasi dan keamanan nasional.
“Para hakim yang tidak dipilih rakyat ini tak seharusnya menghentikan langkah pemerintahan Trump,” tegas Jackson.
Sementara itu, Harvard tetap kukuh pada misinya untuk mempertahankan keragaman dan kebebasan akademik di lingkungan kampus.
Artikel Terkait
Pemerintahan Trump Larang Harvard Terima Mahasiswa Internasional, Ijazah hingga Visa Mahasiswa Terancam