Minggu, 21 Desember 2025

Ruang Digital di Indonesia Kian Berbahaya? Angkie Yudistia Bongkar Fakta Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

Photo Author
- Minggu, 23 November 2025 | 12:00 WIB
Sociopreneur Angkie Yudistia (memegang mic) saat Talkshow Kita Punya Andil, Kembalikan Ruang Aman di Balai Kota DKI Jakarta pada Sabtu (22/11/2025). (Foto: NU Online/Rikhul Jannah)
Sociopreneur Angkie Yudistia (memegang mic) saat Talkshow Kita Punya Andil, Kembalikan Ruang Aman di Balai Kota DKI Jakarta pada Sabtu (22/11/2025). (Foto: NU Online/Rikhul Jannah)

JAKARTA, suararembang.com - Ruang digital di Indonesia kembali mendapat sorotan. Pemicunya adalah meningkatnya kekerasan terhadap perempuan dan anak di berbagai platform media sosial.

Kondisi ini disampaikan Sociopreneur Angkie Yudistia dalam Talkshow Kita Punya Andil, Kembalikan Ruang Aman di Balai Kota DKI Jakarta pada Sabtu (22/11/2025).

Baca Juga: Polisi Tak Temukan Tanda Kekerasan dalam Otopsi Wanita yang Ditemukan Tewas Misterius di Hotel Gajahmungkur Semarang

Angkie menyebut bahwa ruang digital yang seharusnya menjadi tempat berekspresi justru semakin rawan.

“Berbagai bentuk kekerasan berbasis digital terus meningkat, memperlihatkan ruang digital masih jauh dari kata aman dan ramah bagi perempuan dan anak-anak perempuan,” ujarnya.

Ia menyoroti maraknya komentar negatif yang kerap menyerang perempuan di media sosial.

“Saat ini banyak komentar negatif yang mengandung unsur kekerasan. Misalnya ketika perempuan posting foto, netizen melemparkan komentar unsur kekerasan di kolom komentarnya,” jelasnya.

Pandangan serupa disampaikan Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Daden Sukendar. Ia menilai kekerasan terhadap perempuan kini melebar ke berbagai ruang publik, termasuk ruang digital.

“Kekerasan terhadap perempuan di ruang publik manapun yang kini merambah di ruang digital. Sekarang, orang terang-terangan mencari korban untuk melakukan kekerasan seksual, saya pernah lihat itu,” ucapnya.

Daden juga melihat risiko besar bagi anak yang kurang mendapatkan pengawasan orang tua.

“Ada juga karena orang tuanya sibuk bekerja dan menitipkan anaknya ke nenek atau kakeknya, jadi anak terpapar konten negatif dari media sosial yang seharusnya tidak diterima di usianya,” katanya.

Ia menegaskan pentingnya edukasi digital yang aman bagi perempuan dan anak. Menurutnya, upaya ini harus dilakukan bersama oleh semua pihak agar ruang digital tidak semakin berbahaya.

Perwakilan United Nations Population Fund, Asti Setiawati, memperkuat pandangan tersebut. Ia menyebut kekerasan berbasis digital memiliki banyak bentuk dan menyasar kelompok rentan seperti anak, perempuan, dan remaja.

“Kekerasan berbasis digital ini banyak namanya (seperti) cyberbullying, online grooming, sextortion, NCIC (non-consensual intimate content), catfishing dan masih banyak lainnya,” ujarnya.

Halaman:

Editor: R. Heryanto

Sumber: NU Online

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X