JAKARTA, suararembang.com - Kuasa hukum mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut, Mellisa Anggraini, buka suara soal langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia menilai imbauan lembaga antirasuah itu agar jamaah haji 2024 melaporkan ketidaksesuaian layanan justru berpotensi menimbulkan kesalahpahaman.
Baca Juga: Kasus Kuota Haji Gus Yaqut Disorot, Keberhasilan Haji 2024 Justru Jadi Bukti Nyata
“KPK memang berwenang memanggil siapa pun sebagai saksi. Tapi himbauan ke publik seharusnya tidak melenceng dari ruang lingkup perkara,” tegas Mellisa kepada media, Selasa (19/8).
Fokus Sebenarnya Ada di Kuota Tambahan
Mellisa menegaskan, penyidikan KPK sebenarnya hanya berkaitan dengan dugaan kerugian negara pada kebijakan kuota haji tambahan. Karena itu, menurutnya, saksi yang dibutuhkan adalah pihak yang benar-benar terkait dengan kebijakan, bukan jamaah yang mengalami masalah layanan.
“Kalau bicara soal hotel, katering, atau penempatan, itu bukan ranah korupsi kuota. Itu urusan teknis di lapangan,” jelasnya.
Pernyataan ini sekaligus menegaskan posisi Gus Yaqut, bahwa persoalan yang sedang diperiksa KPK bukan soal pelayanan haji secara keseluruhan, melainkan kebijakan kuota.
Risiko Opini Publik yang Menyesatkan
Mellisa khawatir, imbauan KPK bisa menggiring opini publik seolah-olah semua masalah dalam penyelenggaraan haji tahun 2024 adalah tindak pidana korupsi. Padahal, sampai saat ini tidak ada bukti yang menghubungkan keluhan jamaah dengan dugaan penyimpangan kuota tambahan.
Ia pun mengingatkan, menghadirkan saksi yang tidak relevan justru berisiko di pengadilan. “Saksi yang dihadirkan karena keluhan layanan bisa dianggap tidak punya nilai pembuktian untuk perkara kuota haji,” ujarnya.
Menurutnya, KPK seharusnya fokus pada inti perkara, yaitu perbuatan nyata yang menimbulkan kerugian negara, bukan melebar ke persoalan pelayanan yang menjadi ranah Kementerian Agama dan penyelenggara teknis haji.
Gus Yaqut Diharapkan Mendapat Perlakuan Adil
Meski KPK tetap bersikeras akan menelaah setiap laporan masyarakat, kritik dari kuasa hukum ini memperlihatkan adanya potensi overreach alias pelebaran berlebihan kewenangan. Jika tidak dikendalikan, hal itu bisa mengaburkan substansi penyidikan dan menimbulkan bias di mata publik.
Dalam kasus ini, publik tentu berharap proses hukum tetap berjalan adil dan proporsional. Gus Yaqut sendiri selama menjabat dikenal berusaha memperbaiki tata kelola haji, termasuk memperjuangkan tambahan kuota untuk jamaah Indonesia.
Mellisa menegaskan, proses hukum harus mengedepankan relevansi bukti, bukan opini. “Penegakan hukum jangan sampai membuat masyarakat salah paham. Fokus pada inti perkara, bukan isu sampingan,” katanya.
Artikel Terkait
Kasus Kuota Haji Gus Yaqut Disorot, Keberhasilan Haji 2024 Justru Jadi Bukti Nyata