suararembang.com - Pada malam Natal, 24 Desember 2000, Riyanto, seorang anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama, gugur saat melindungi jemaat Gereja Eben Haezer di Mojokerto, Jawa Timur.
Tindakannya yang heroik tidak hanya menyelamatkan banyak nyawa tetapi juga menjadi simbol toleransi antarumat beragama di Indonesia.
Baca Juga: Menyelami Arti, Sejarah, dan Makna Natal 2024: Perayaan Kelahiran Yesus Kristus yang Penuh Kasih
Kronologi Kejadian: Upaya Menjauhkan Ancaman
Pada sore hari 24 Desember 2000 yang kala itu juga sedang pertepatan dengan hari ke-28 bulan Ramadan, Riyanto berpamitan kepada ibunya, Katinem, untuk turut menjaga Gereja Eben Haezer Mojokerto bersama sejumlah anggota Banser lainnya.
Ia melewatkan buka puasa bersama keluarganya untuk menjaga gereja.
Ia juga meminta izin untuk tidak pulang ke rumah, karena berencana akan beriktikaf di masjid selepas tugas menjaga gereja.
Para anggota Banser yang berjaga di gereja Eben Haezer berbuka puasa di sana dan bergantian menunaikan salat.
Sekitar pukul 19.45 WIB, Amir salah seorang anggota Banser mendapat informasi dari seorang jemaat bahwa ada sebuah tas mencurigakan yang tergeletak di bawah telepon umum di depan gereja.
Amir segera memeriksa tas tersebut, dan tidak lama kemudian Riyanto datang menghampirinya.
Saat mereka membuka tas, keduanya terkejut menemukan rangkaian kabel dan paku di dalamnya.
Seorang polisi yang juga melihat isi tas langsung menyadari bahwa itu adalah bom.
Dengan sigap, ia berteriak, "Tiarap!" Teriakan tersebut membuat orang-orang yang berada di sekitar gereja panik dan berlarian menjauh, sementara tas berisi bom masih berada di tempatnya.
Melihat situasi semakin genting, Riyanto segera mengambil tas tersebut, memeluknya, dan membawa tas itu menjauh dari kerumunan menuju selokan di seberang gereja.
Namun, sebelum Riyanto sempat memasukkan tas ke dalam selokan, bom tersebut meledak.
