Minggu, 21 Desember 2025

PLTU dan Tagihan Sunyi Kesehatan Publik: Ribuan Kematian Dini, Triliunan Rupiah Melayang

Photo Author
- Rabu, 24 September 2025 | 08:30 WIB
Midarwati (53) berlatar PLTU Nagan Raya, menggendong cucunya yang terkena penyakit ISPA di Desa Suak Puntong, Kecamatan Kuala Pesisir, Nagan Raya, Aceh, Rabu 7 Agustus 2024. Foto: Bithe/Mardili.
Midarwati (53) berlatar PLTU Nagan Raya, menggendong cucunya yang terkena penyakit ISPA di Desa Suak Puntong, Kecamatan Kuala Pesisir, Nagan Raya, Aceh, Rabu 7 Agustus 2024. Foto: Bithe/Mardili.

REMBANG, suararembang.com - Di balik terang listrik yang menyala saban hari, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara masih menimbulkan biaya kesehatan dan lingkungan yang tak kecil.

Studi terbaru menunjukkan, emisi PLTU di Indonesia berkontribusi pada ribuan kematian dini dan kerugian ekonomi miliaran dolar AS per tahun, dengan titik panas (hotspot) berada di Banten–Jakarta, Sumatera Barat, hingga Aceh.

Baca Juga: Dugaan Korupsi di PLN: Proyek PLTU Kalbar Mandek, Negara Rugi Triliunan

Lembaga riset energi dan kualitas udara, Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA), menaksir dampak kompleks PLTU Suralaya di Banten, pemasok listrik utama ke Jabodetabek, menyebabkan sekitar 1.470 kematian dini saban tahun dan biaya kesehatan sekitar US$ 1,04 miliar atau sekitar Rp15,8 triliun.

Temuan skenario tertinggi mereka bahkan mencapai 1.640 kematian per tahun.

“Membersihkan satu sumber emisi besar akan menghemat biaya kesehatan yang sangat signifikan,” kata peneliti CREA dalam laporan bersama Greenpeace pada 2023.

Baca Juga: Alat Pantau Udara Siap Beroperasi November, Udara Rembang Bisa Dipantau Real-Time

7.000 Kematian Dini per Tahun

Pada level nasional, estimasi beban kesehatan akibat PLTU juga konsisten tinggi. Studi Greenpeace–Harvard pada 2015 memperkirakan sekitar 6.500–7.100 kematian dini per tahun dari PLTU yang saat itu beroperasi, angka yang akan meningkat bila kapasitas bertambah.

Sementara analisis CREA untuk tahun-tahun berikutnya menunjukkan proyeksi lebih dari 10.000 kematian dini dan kerugian kesehatan di kisaran miliaran dolar per tahun, seiring ekspansi PLTU, termasuk untuk kebutuhan industri.

Di wilayah Jakarta–Banten, pemerintah bahkan mempertimbangkan menutup sebagian unit Suralaya (2 GW) guna menekan polusi yang menyeberang ke ibu kota.

“(Penutupan sebagian Suralaya) penting untuk polusi udara di Jakarta,” ujar Luhut Binsar Pandjaitan yang kala itu menjabat Menko Marves pada 21 Agustus 2024.

Di Sumatera Barat, PLTU Ombilin di Sawahlunto berulang kali dipersoalkan warga dan kelompok masyarakat sipil karena kebocoran filter cerobong serta keluhan ISPA.

Liputan dan kajian lokal mencatat paparan debu dan gangguan pernapasan pada warga sekitar. “PLTU Ombilin layak ditutup karena membawa dampak kesehatan,” tulis Betahita, media lingkungan berbasis di Jakarta, 15 November 2024.

Di Aceh, dulunya dikenal dengan udara laut yang bersih, warga sekitar PLTU 1&2 Nagan Raya melaporkan ISPA dan keluhan kulit sejak 2024–2025.

Halaman:

Editor: R. Heryanto

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X