Sorotan tajam juga datang dari ulama muda Lebak Wangi, KH Hamdan Suhaemi. Ia menilai persoalan TPS sudah melewati batas toleransi dan tidak bisa dibiarkan tanpa solusi konkret.
Menurutnya, keberadaan TPS harus dinilai dari sisi kemaslahatan dan kemudaratan, terutama dalam perspektif syariat.
KH Hamdan menjelaskan bahwa kaidah fikih mengatur pentingnya mendahulukan pencegahan mudarat ketika terjadi pertentangan antara manfaat dan bahaya. Dengan kondisi TPS yang memicu gangguan kesehatan, ia menilai keberadaan fasilitas tersebut tidak lagi sejalan dengan prinsip dasar dalam syariat Islam.
“Kalau masyarakat terganggu, kalau ibadah mereka sampai terhambat karena asap pembakaran sampah, ini sudah masuk wilayah yang melanggar syariat,” ujar Wakil Ketua PWNU Provinsi Banten itu, Jumat, 14 November 2025.
Ia menegaskan bahwa maqashid syariah menempatkan perlindungan jiwa dan penjagaan ketenangan beragama sebagai hal yang harus dijaga. Saat TPS justru menghasilkan dampak negatif bagi warga, maka keberlanjutannya harus dievaluasi secara serius. Warga sebelumnya mengeluhkan proses pendirian TPS yang dinilai tidak transparan.
Menurut mereka, tidak ada sosialisasi resmi dari pemerintah atau pengelola sebelum TPS mulai beroperasi. Mereka juga menyebut banyak sampah yang dibuang ke TPS bukan berasal dari warga setempat, melainkan diduga datang dari luar wilayah.
Menanggapi hal ini, KH Hamdan menilai kurangnya komunikasi menjadi pemicu utama konflik. Ia menyebut seharusnya pengelola melakukan dialog terbuka dengan masyarakat sejak awal.
“Harusnya sejak awal dijelaskan kepada masyarakat. Apa rencananya, apa dampak positif dan negatifnya. Jangan setelah ada masalah baru bicara,” tuturnya.
Ia melihat situasi yang kini terjadi sudah menunjukkan adanya kerugian nyata. Laporan warga yang mengalami gangguan kesehatan menjadi indikasi kuat bahwa TPS tersebut membawa mafsadat.
Menurutnya, jika keberadaan TPS merugikan masyarakat, maka fasilitas itu tidak bisa dibenarkan.
KH Hamdan mendesak pemerintah daerah dan pengelola mengambil langkah menyeluruh.
Menurutnya, solusi tidak cukup hanya dengan menghentikan aktivitas pembuangan sampah. Ia menyarankan opsi yang lebih berkelanjutan, seperti mengembangkan TPS menjadi pusat pengelolaan sampah bernilai ekonomi.
Ia mencontohkan model pengelolaan sampah modern yang mampu menghasilkan produk berdaya jual.
“Kalau dikelola dengan baik, banyak negara yang datang belajar. Ini bisa terjadi di Lebak Wangi kalau pengelolaan sampah dijalankan dengan serius,” ucapnya.
Namun, ia menegaskan bahwa seluruh izin dan kajian lingkungan harus diselesaikan lebih dulu.
Selain itu, ia mengingatkan agar pengelolaan sampah tidak dijalankan atas dasar keuntungan pribadi. Menurutnya, kepentingan masyarakat harus menjadi prioritas.
“Kalau hanya bertujuan keuntungan pribadi, lebih baik dihentikan. Karena akan merugikan warga,” katanya.
KH Hamdan juga meminta semua pihak mencari titik tengah. Ia berharap pemerintah, pengelola, dan masyarakat duduk bersama untuk menyusun solusi yang tidak menumbalkan salah satu pihak.
Artikel Terkait
INSANA, Inovasi Desa Meteseh yang Ubah Sampah Jadi Berkah dan Inspirasi Desa Lain