Perda juga mengatur perubahan sistem retribusi dari 32 jenis menjadi hanya 18 jenis pelayanan.
Tujuannya adalah penyederhanaan dan efisiensi pelayanan publik, serta peningkatan kemandirian fiskal daerah.
Lalu, bagaimana perhitungan PBB-P2 yang baru ini bekerja?
Berikut simulasi yang tercantum dalam lampiran Perda:
Wajib Pajak A memiliki tanah 800 m² seharga Rp200.000/m² dan bangunan 400 m² seharga Rp350.000/m².
Termasuk taman dan pagar, total NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) menjadi Rp332 juta.
Dikurangi NJOPTKP Rp10 juta, diperoleh nilai kena pajak sebesar Rp322 juta.
Dari nilai itu, 20 persen menjadi dasar perhitungan tarif, yaitu Rp64.400 per tahun dengan tarif 0,1 persen.
Meskipun nominalnya tampak kecil, lonjakan nilai NJOP pada banyak objek di Pati membuat tagihan pajak naik berkali lipat.
Warga merasa tidak mendapat sosialisasi yang memadai atas perubahan drastis tersebut.
Sebagian menuntut evaluasi atau peninjauan kembali Perda tersebut agar lebih berkeadilan.
Sementara itu, pemerintah daerah bersikukuh bahwa kebijakan ini sudah sesuai aturan dan bertujuan meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah).
Namun, suara rakyat yang menuntut kejelasan dan keadilan tak bisa diabaikan.
Aksi 13 Agustus bukan sekadar demonstrasi, tapi cermin keresahan warga atas tekanan ekonomi yang makin berat. ***
Artikel Terkait
Pemkab Rembang Gencarkan Edukasi Pajak, Tunggakan Menggunung Jadi Fokus Serius