"(Hal itu) berarti material vulkanik terus menumpuk di sekitar kawah dan berpotensi jadi banjir lahar dingin,” sambungnya.
Di samping itu, Hadi menegaskan penggabungan material vulkanik dan hujan lebat dapat memicu aliran yang tiba-tiba turun menuju sungai yang berhulu di puncak Semeru.
Berdasarkan pemantauan PVMBG, kondisi lereng dan puncak Semeru dipenuhi material yang rentan terbawa hujan.
Oleh karena itu, aktivitas masyarakat termasuk penambang pasir dilarang keras berada dalam radius 20 kilometer arah tenggara hingga selatan.
Area steril sejauh 8 kilometer dari puncak juga tetap diberlakukan untuk mencegah potensi lontaran batu pijar.
Semburan Awan Panas Sejauh 5,5 Km
Sebelumnya diketahui, kondisi kritis di Semeru ini berawal dari erupsi besar yang terjadi pada Rabu, 19 November 2025.
Saat itu, warga di sekitar lereng Semeru sempat panik dan berteriak histeris setelah melihat guguran awan panas yang meluncur deras dari puncak.
Secara terpisah, Kepala BPBD Lumajang, Isnugroho telah menyampaikan, Gunung Semeru melepaskan awan panas sejauh 5,5 kilometer ke arah Besuk Kobokan, Lumajang.
Kolom abu membumbung tinggi, berwarna kelabu pekat dengan intensitas tebal yang condong ke arah barat laut hingga utara.
Rekaman seismograf menunjukkan amplitudo maksimum 40 milimeter dengan durasi erupsi 16 menit 40 detik.
“Gunung Semeru luncurkan awan panas guguran sejauh 5,5 kilometer ke arah Besuk Kobokan,” ujar Isnugroho dalam laporan resminya pada Rabu, 19 November 2025.
Hingga kini, erupsi di Semeru dilaporkan sebagai pemicu utama penetapan status Awas, sehingga memperingatkan warga agar tidak memaksakan diri berada di zona rawan.***
Artikel Terkait
300 Warga Diungsikan Pascaerupsi, Gunung Semeru Naik Level Awas dan Penetapan Status Tanggap Darurat 7 Hari